Produksi Surfaktan di Dalam Negeri Perlu Ditingkatkan untuk Akselerasi Kegiatan EOR


Jakarta, OG Indonesia --
Salah satu strategi Pemerintah untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada tahun 2030 adalah dengan mempercepat pengembangan Enhanced Oil Recovery (EOR). Diharapkan pada tahun 2030 nanti sumbangan dari EOR terhadap produksi minyak nasional sekitar 100 ribu bph.

"Kami sudah mengumpulkan KKKS untuk memverifikasi rencana produksi 1 juta (bph) di tahun 2030, yang berkaitan dengan Enhanced Oil Recovery, target kami di tahun 2030 sekitar 100 ribu (bph) kurang lebih," ucap Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, saat memberi sambutan kunci dalam webinar bertajuk "Tantangan dan Peluang Implementasi Surfaktan untuk Industri Perminyakan" yang diadakan oleh IPB, Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Petrokimia Gresik dan Komunitas Migas Indonesia (KMI), pada Sabtu (14/8/2021).

Turut hadir sebagai pembicara antara lain Benny Lubiantara (Deputi Perencanaan SKK Migas), Andi W. Bachtiar (Project Expert - Development & Production PT Pertamina Hulu Energi), Oki Muraza (SVP Research Technology & Innovation PT Pertamina (Persero)), serta Ketut Rusnaya (SEVP Operation PT Petrokimia Gresik). Acara webinar sendiri dimoderatori oleh S. Herry Putranto, Chairman KMI.

Dirinci oleh Dirjen Migas, pemanfaatan EOR sebagian besar masih akan berasal dari kegiatan steam flooding di Blok Rokan mulai tahun 2022 yang diperkirakan akan menghasilkan produksi minyak sebesar 62.207 bph pada tahun 2030. 

Sementara untuk chemical EOR masih sedikit. Dirinci Tutuka, tambahan produksinya bisa diperoleh dari proyek Handil di Blok Mahakam yang diperkirakan onstream tahun 2027 dan mencapai produksi minyak sebanyak 3.500 bph pada tahun 2030. Ada lagi proyek CEOR E-Main dari Blok ONWJ yang diharapkan onstream tahun 2027 dan dapat memproduksi minyak sekitar 3.612 bph pada tahun 2030. Kemudian proyek CEOR Zulu North, juga dari Blok ONWJ, diharapkan menyumbangkan minyak sampai 8.971 bph pada tahun 2030, setelah sebelumnya juga diharapkan onstream pada tahun 2027. 

"Untuk chemical EOR masih sedikit, dan ini tugas kita semua untuk bagaimana meningkatkan chemical EOR ini, seperti di sini ada contohnya seperti di Zulu, E-Main dan Handil," tutur Tutuka. "Volumenya dari chemical EOR belum cukup besar, dan waktunya perlu dipercepat. Harapannya, EOR ini bisa berkontribusi cukup signifikan di tahun 2030," sambungnya.

Menurut Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara, pengembangan EOR di Indonesia sejatinya bukan barang baru. Khususnya untuk jenis steam flood yang telah lama dikembangkan di Lapangan Duri, Blok Rokan. "Mungkin di Duri itu menjadi contoh bagi negara-negara lain, bagaimana penerapan steam flood yang efektif," ungkap Benny. 

Dilanjutkan Benny, potensi dari EOR di Indonesia cukup lumayan, sekitar 3 BSTB (miliar standar barel tangki) minyak. "Kalau dibandingkan remaining reserve itu cuma 2,5 (BSTB). Tetapi ya itu tadi, potensi is potensi tanpa adanya eksekusi dan tindak lanjut," tambah Benny.

Untuk itu, terkait pengembangan EOR khususnya tipe chemical, Benny mengharapkan adanya dukungan dari para produsen chemical. "Kalau bicara chemical, tentu perlu support dari para chemical product, karena nanti memerlukan volume yang cukup siginifikan untuk chemical EOR ini. Harus ada dukungan dari produsen lokal supaya bisa diproduksi cukup masif sehingga ekonomis," paparnya.

Andi W. Bachtiar, Project Expert - Development & Production PT Pertamina Hulu Energi (PHE), menceritakan bahwa Pertamina telah mengumpulkan banyak jenis surfaktan di laboratoriumnya untuk mendukung pengembangan EOR dan aktivitas operasi lainnya. "Kita mengumpulkan chemical-chemical, apakah itu surfaktan untuk aplikasi di minyak dan gas, dan surfaktan lainnya. Kita kumpulkan itu semua dan belum komplit juga, katalog kita nih masih di bawah 200 surfaktan-surfaktan yang diproduksi dan ada di dunia," beber Andi.

Menurut Andi, tantangan aplikasi surfaktan untuk EOR di Indonesia adalah terkait regulasi, teknikal, supply chain, dan fiskal. "Kalau untuk supply chain ada kebutuhan high volume chemical. Dapat dari mana? Bagaimana caranya? Apakah bahan bakunya ada? Apa pabriknya ada?" ujar Andi. "Kemudian paten, untuk cost structure ini menjadi penting sekali," tambahnya.

Oki Muraza (SVP Research Technology & Innovation PT Pertamina (Persero), juga menyampaikan pentingnya pasokan chemical EOR atau surfaktan yang bisa diproduksi di dalam negeri. "Untuk biaya dan harga, mudah-mudahan dengan adanya produksi di dalam negeri bisa lebih murah," harap Oki.

PT Petrokimia Gresik merupakan salah satu perusahaan yang berusaha menangkap peluang bisnis surfaktan ini. Ketut Rusnaya, SEVP Operation PT Petrokimia Gresik, menceritakan bahwa Petrokimian Gresik sudah menggandeng SBRC untuk pengembangan surfaktan ini. "SBRC punya teknologi dan kami mempunyai SDM dan bahan baku sesuai yang diharapkan," kata Ketut.

Setelah meneken MoU pada Maret 2020 lalu, Petrokimia Gresik bersama SBRC telah mampu menyelesaikan konstruksi pabrik mini surfaktan dalam 1 bulan. "Pada tanggal 1 Juli (2020) kita sudah berhasil melakukan pre commisioning dan frist trial product-nya kita dapat di tanggal 4 Juli 2020. Sampai saat ini kita terus melakukan optimasi, baik secara kualitas maupun kestabilan operasi sehingga diperoleh produk yang memenuhi untuk standar EOR," ucap Ketut.

Sampai saat ini pabrik mini surfaktan dari Petrokimia Gresik dan SBRC telah mampu memproduksi sampai 23.000 liter surfaktan. Guna menangkap peluang dari momentum akselerasi EOR di industri hulu migas, diungkapkan Ketut bahwa pabrik surfaktan tersebut akan ditingkatkan kapasitas produksinya. "Kita meningkatkan kapasitas menjadi 10 ton per hari atau 3.000 ton per tahunnya. Ini kita konstruksi mulai tahun 2022," pungkasnya. RH

Produksi Surfaktan di Dalam Negeri Perlu Ditingkatkan untuk Akselerasi Kegiatan EOR Produksi Surfaktan di Dalam Negeri Perlu Ditingkatkan untuk Akselerasi Kegiatan EOR Reviewed by Ridwan Harahap on Sabtu, Agustus 14, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.