Mahasiswa Gen Z Beri Solusi untuk Genjot Produksi Gas Bumi


Jakarta, OG Indonesia --
Mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), di tahun 2030 mendatang, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memprediksi akan terjadi kenaikan permintaan gas bumi menjadi 21,8 persen dengan volume mencapai 109,1 juta ton setara minyak bumi (Million Tonne Of Oil Equivalent/MTOE). Pada 2050, peningkatan diproyeksikan naik sebesar 24 persen dengan volume 242,9 MTOE.

Kenyataannya pada akhir tahun 2021 lalu, SKK Migas melaporkan Indonesia justru mengalami kekurangan pasokan gas bumi. Pada Oktober 2021 misalnya, SKK Migas menyebutkan, kebutuhan lifting gas bumi melalui pipa untuk ekspor mencapai 850 Billion Bristh Thermal Unit per-Day (BBTUD), dan pipa untuk domestik mencapai 3.174,94 BBTUD. Namun, Indonesia hanya mampu memasok gas sebanyak 3.880,1 BBTUD. Dengan demikian, ada selisih sebesar 144,85 BBTUD, yang tak dapat terpenuhi.

Muhammad Faqih Indradji, Arief Akhmad Syarifudin, dan Yoshua Imanuel Chandra dari  program studi Teknik Perminyakan Universitas Pertamina, memberikan solusi untuk membantu meningkatkan produksi gas bumi. Solusi yang ditawarkan Faqih dan tim tersebut berhasil meraih juara 2 kategori Business Competition di ajang internasional kenamaan Integrated Petroleum Competition (INCEPTION) yang digagas oleh Universitas Diponegoro.

Sebagai kampus teknologi dan bisnis energi, Universitas Pertamina memiliki kedekatan dengan industri energi. Alhasil, tim gen Z ini mendapat dukungan konsultasi dari para praktisi bidang migas mancanegara. Yaitu ahli dari Saudi Aramco,  Shell Aberdeen dan British Petroleum, difasilitasi oleh Ikatan Ahli Teknik Perminyakan (IATMI) Universitas Pertamina.

“Setelah melakukan analisa mendalam, tim menemukan salah satu penyebab penurunan produksi gas di beberapa lapangan, yakni unplanned shutdown. Kondisi ini terutama dipicu oleh dua hal, yakni maintenance tak terduga, atau tidak adanya kompresor yang tepat untuk meningkatkan produksi saat lapangan gas mengalami penurunan,” ungkap Faqih, Rabu (19/1/2022).

Karenanya, tim menyusun Gantt Chart yang menjabarkan proses pengadaan gas compressor. “Melalui Decline Curve Analysis pada aspek reservoir, kami dapat mengidentifikasi kapan produksi pada suatu lapangan gas akan menurun. Dengan demikian, kami dapat menjadwalkan pengadaan kompresor bertepatan dengan turunnya produksi gas di lapangan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengurangi Capital Expenditure (CAPEX) yang berlebih di awal proyek, demi menciptakan ekonomi proyek yang lebih stabil,” jelas Faqih.

Meskipun terdengar sederhana, menurut Faqih, Procurement Scheduling yang komprehensif tersebut akan sangat berdampak pada pencegahan penurunan produksi gas. Pengadaan gas compressor memakan waktu yang sangat lama. Belum lagi, jika alat yang dibutuhkan lebih dari satu. Selain melakukan analisa pada aspek Reservoir, Faqih dan tim juga meninjau sisi Production, Facilities, Economics, Health, Safety, hingga Environment.

“Dalam perancangan gas compressor station misalnya, kami juga memperhatikan peraturan peraturan yang berlaku di Indonesia seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk mengoptimalkan pembelian produk dalam negeri dan mengurangi penggunaan produk impor. Dalam pemilihan gas compressor yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik lapangan, kami juga menggunakan beberapa metode analisa seperti McKinsey Nine-Box Matrix dan Moscow Prioritization,” tutup Faqih.

Mahasiswa Gen Z Beri Solusi untuk Genjot Produksi Gas Bumi Mahasiswa Gen Z Beri Solusi untuk Genjot Produksi Gas Bumi Reviewed by Ridwan Harahap on Jumat, Januari 21, 2022 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.