Pemerintah Memberikan Sinyal Bakal Mengerek Harga BBM Bersubsidi karena Dianggap Memberatkan. Apa Pangkal Persoalan Sebenarnya?


Oleh: Herry Gunawan (Praktisi Ekonomi)

Para pejabat, lembaga survei, aktivis media sosial, tiba-tiba marak membincangkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang dituding memberatkan anggaran. Menurut pemerintah, anggaran yang digelontorkan untuk subsidi dan kompensasi mencapai Rp502 triliun. Jumlah yang sungguh “wah”, sehingga harus dipangkas. Caranya simpel: naikkan harga BBM bersubsidi karena dianggap jadi beban.

Asal tahu saja, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), nilai subsidi yang dianggarkan untuk jenis bahan bakar tertentu pada tahun ini hanya Rp14,6 triliun. Angka ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98/2022 tentang rincian APBN 2022, yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 104/2021.

Jenis BBM yang mendapatkan subsidi itu, sesuai Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37/2022 tentang Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan, adalah jenis RON 90 atau Pertalite. Keputusan yang dikeluarkan pada 10 Maret 2022 ini menganulir ketentuan jenis BBM yang sebelumnya disubsidi, yaitu RON 88 atau Premium.

Faktanya di APBN, alokasi anggaran subsidi terus turun sepanjang tahun. Bahkan tahun ini merupakan yang terendah dalam 10 tahun terakhir. Pada 2013, nilai subsidi BBM –saat itu masih Premium- masih Rp179,0 triliun dan Rp191,0 triliun pada 2014, selanjutnya tersisa Rp14,6 triliun pada 2022.

Ketika pemerintah ramai-ramai menyebut angka subsidi BBM menjadi Rp502 triliun, boleh jadi yang dimaksud adalah subsidi energi (BBM, elpiji dan listrik) yang pada tahun ini sekitar Rp208,9 triliun. Kemudian ditambah dengan kompensasi, sehingga melonjak jadi lebih dari dua kali lipat. Kompensasi ini merupakan selisih antara harga pasar (keekonomian) dengan harga jual karena penugasan.

Untuk BBM, pemerintah membayarkan dana kompensasi kepada PT Pertamina (Persero) dan listrik pada PT PLN (Persero). Keduanya adalah perusahaan pelat merah yang mendapat penugasan.

Namun jangan coba-coba cari akun dana kompensasi BBM di APBN, karena yang tercatat secara gelondongan adalah akun belanja lain-lain. Di situlah pengeluaran untuk kompensasi BBM tersembunyi.

Membengkaknya subsidi dan kompensasi yang ditanggung pemerintah untuk menahan harga BBM, akibat harga minyak mentah di pasar internasional menjulang di atas US$90 per barel. Bahkan sempat di atas US$100 per barel. Jauh melampaui patokan dalam APBN 2022 yang US$63 per barel. Selisihnya menjadi beban tambahan bagi anggaran negara yang dikelola oleh pemerintah.

Tentu masalah tersebut menjadi berkah jika Indonesia mampu memenuhi kebutuhan BBM dari hasil produksi dalam negeri dan mengekspor kelebihannya. Persoalannya, Indonesia telah menyandang status pengimpor bersih (net importer) sejak tahun 2000-an. Kebutuhan dalam negeri harus dipenuhi dari impor akibat kemampuan produksi yang makin loyo, begitu juga ekspor.

Tak berhenti di situ, minyak mentah dari hasil produksi dalam negeri yang masuk ke kilang domestik pun makin minim. Ini persoalan berikutnya. Dalam 10 tahun terakhir, yang dialiri ke kilang paling banyak 62,2 persen dari total produksi. Itu terjadi pada 2016. Tahun lalu melorot, yaitu hanya 57,7 persen.

Penurunan kemampuan produksi dan pengolahan inilah sebenarnya yang menjadi pangkal beban berat anggaran. Untuk memenuhi konsumsi domestik, Indonesia terpaksa harus mengimpor minyak olahan lebih banyak. Subsidi merupakan dampak dari kemampuan produksi yang makin layu, termasuk yang dikelola oleh Pertamina, perusahaan milik negara di bidang minyak dan gas bumi.

Pertanyaannya: di mana suara DPR, pemerintah serta kerabatnya terhadap pangkal soal beban subsidi BBM yang dirasakan berat itu.

Pemerintah Memberikan Sinyal Bakal Mengerek Harga BBM Bersubsidi karena Dianggap Memberatkan. Apa Pangkal Persoalan Sebenarnya? Pemerintah Memberikan Sinyal Bakal Mengerek Harga BBM Bersubsidi karena Dianggap Memberatkan. Apa Pangkal Persoalan Sebenarnya? Reviewed by Ridwan Harahap on Selasa, Agustus 30, 2022 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.