Menyerap Energi Surya, Menghalau Kendala Regulasi hingga Intermitensi

Salah satu pabrik ban di Medan, Sumatra Utara, telah memasang solar panel dengan bantuan CN Green Roof Asia dengan kapasitas 4.402 kWp untuk memenuhi kebutuhan energinya.


Jakarta, OG Indonesia --
Sebagai negara tropis yang berada di jalur katulistiwa, Indonesia memiliki potensi energi surya atau sinar matahari yang berlimpah. Berdasarkan data IESR, Indonesia memiliki potensi lebih dari 200 Gigawatt (GW) akan energi surya yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

"Memang betul, Indonesia terletak di ekuator dan potensinya memang besar sekitar 4-5 kWh/m2/hari, itu merupakan salah satu yang terbesar di dunia," kata Eduardus Pandik, Country Director CN Green Roof Asia saat menjadi pembicara dalam media training "Energi Bersih: Potensi, Bisnis Proses dan Outlook" yang diselenggarakan secara daring oleh Pamerindo Indonesia, Lembaga Inovasi Energi Teknologi Nusantara (LIENTERA), dan PT Radiant Teknologi Global (RTG), Sabtu (28/6/2025).

Dengan tingginya serta meratanya solar irradiation sepanjang tahun di bumi Nusantara, menurut Eduardus implementasi PLTS di Indonesia menjadi sangat logis untuk diterapkan sebagai solusi energi. 

Apalagi kendala mahalnya harga komponen PLTS yang dulu sempat menghambat kini tak lagi menjadi tembok penghalang. "Harga solar panel sebagai komponen utama PLTS sudah sangat jauh menurun, lebih dari 80 persen dalam sepuluh tahun terakhir," ungkapnya.

Ditambah lagi solusi PLTS juga cukup efektif dalam implementasi pencapaian target net zero emission di Indonesia tahun 2060 mendatang. "Salah satu cara untuk mempercepat progres kita mencapai net zero emission itu sebenarnya dengan PLTS, karena PLTS ini tidak ada bahan bakar dan dalam tanda kutip tidak ada efek samping, hanya pasang saja dan langsung dapat energi bersih dari matahari," papar Eduardus. 

Terkait tantangan yang masih ada dalam pengembangan PLTS, Eduardus memaparkan sejumlah kendala di Indonesia, mulai dari regulasi yang belum matang, pertumbuhan supply kuota tahunan belum sebanding  dengan pertumbuhan demand dari pasar, minimnya insentif untuk pengguna PLTS Atap, keandalan jaringan yang belum merata, dan belum adanya fasilitas pembiayaan untuk PLTS skala kecil.

Satu tantangan lagi dalam pengembangan PLTS adalah menyangkut intermitensi atau ketersediaan sumber energi sinar matahari yang terkadang terputus karena tertutup awan atau hujan. Ini menjadi salah satu kelemahan PLTS dibandingkan misalnya dengan energi panas bumi yang selalu tersedia setiap waktu.

"Panas bumi itu mirip PLTU (batu bara) dan PLTA, dia bisa menjadi base load atau penyedia energi yang stabil. Beda dengan PLTS dan Bayu atau energi angin yang random, tergantung matahari (untuk PLTS) pada saat itu ada atau tidak," jelasnya seraya menambahkan bahwa sifat PLTS saat ini masih menjadi komplementer dari sumber energi yang utama. Untuk itu solusi baterai penyimpan listrik kiranya diperlukan untuk melengkapi keberadaan PLTS.

Proyek Energi Surya CNGRA di Asia Tenggara

Salah satu pengembang teknologi, investasi, dan konstruksi proyek energi surya adalah CN Green Roof Asia (CNGRA), sebuah joint venture dari Climate Investor Managers, Climate Investor One, dan Norfund. CNRGA pertama kali mengembangkan proyek PLTS negara-negara Asia Tenggara, mulai dari Vietnam (2020), lalu ke Indonesia (2023), dan Filipina (2024).

Eduardus membeberkan, CNRGA mendapatkan funding pertama untuk pengembangan energi surya sebesar US$ 80 juta dan akan terus bertambah seiring waktu. "Dua investor kami memang main di jangka panjang, mungkin nanti targetnya kita mau mencapai 300 Megawatt (MWp)," terangnya. 

Adapun saat ini aset operasi CNRGA sebesar 30 MWp di Vietnam dan sekitar 11 MWp di Indonesia. Khusus di indonesia, CNRGA sejumlah proyek solar roof top telah dijalankan CNRGA di beberapa daerah, seperti untuk pabrik ban di Medan dengan total kapasitas 4.402 kWp, pabrik pemintalan benang di Sidoarjo dengan total kapasitas 3.116 kWp, dan pabrik Adidas di Brebes dengan total kapasitas terpasang 3.340 kWp. Sementara yang masih dalam tahap konstruksi sekitar 60 MWp tersebar di Vietnam, Indonesia, dan Filipina.  

"Sudah hampir mendekati 100 Megawatt di tiga negara ini, secara lanskap regulasi sih sudah lebih baik ya terutama di Indonesia sehingga lebih banyak lagi investasi yang masuk nih untuk mendukung renewable energy," tambah Eduardus. RH

Menyerap Energi Surya, Menghalau Kendala Regulasi hingga Intermitensi Menyerap Energi Surya, Menghalau Kendala Regulasi hingga Intermitensi Reviewed by Ridwan Harahap on Rabu, Juli 02, 2025 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.