Ali kini rutin menyetor minyak jelantah yang dikumpulkannya ke dalam UCOllect Box di SPBU MT Haryono, Tebet, untuk ditukar dengan rupiah. Foto: Ridwan Harahap |
Suasana SPBU yang dikelola langsung oleh Pertamina tersebut terbilang
ramai sore itu. Maklum, jam pulang kantor. Terlihat antrean cukup panjang baik
di jalur mobil ataupun motor. Aktivitas Ali dan keponakan yang membawa jeriken
ternyata menarik perhatian sejumlah pengendara motor yang tengah mengantre.
Mereka penasaran ketika Ali dibantu keponakannya membuka UCOllect Box dan
menuangkan minyak jelantah dari jeriken ke dalamnya.
“Saya tinggal di Kalibata, kalau isi bensin sering ke sini.
Awalnya dulu pas lihat tempat ini (UCOllect Box), wah apaan nih?
Ternyata tempat penukaran minyak jelantah, wah boleh juga nih kata
saya,” cerita Ali sambil tertawa kepada OG Indonesia, Rabu (15/10/2025).
Setelah itu Ali segera mengingatkan keluarganya di rumah agar tidak membuang sisa minyak jelantah dari dapur. Dia pun mengunduh aplikasi UCOllect by nooveleum yang dipakai sebagai sarana untuk menghitung donasi dan mengkonversi minyak jelantah yang dituang ke UCOllect Box menjadi saldo e-wallet. Sebagai informasi, UCOllector atau masyarakat yang mengumpulkan minyak jelantah di UCollect Box akan mendapatkan saldo e-wallet Rp6.000 dari tiap liter minyak jelantah yang dia kumpulkan.
Dari dua jeriken yang dibawanya, sore itu Ali bisa menyetor
sekitar 7 liter atau senilai Rp43.000. “Alhamdulillah lumayan buat nambah
beli beras,” tutur Ali yang sehari-hari mencari nafkah sebagai pekerja
proyek. Ali mengapresiasi inisiatif hijau dari Pertamina yang turut melibatkan
masyarakat ini. “Kalau menurut saya bagus karena minyak jelantah kan selama
ini kita buang gitu aja, kalau lewat ini lebih ramah lingkungan,”
sambungnya.
Diungkapkan Putra, Pengawas SPBU COCO MT Haryono di Tebet,
setiap hari ada saja masyarakat yang menyetor ke UCOllect Box yang merupakan box
tempat pengumpulan minyak jelantah atau used cooking oil (UCO)
sebagai bagian dari gerakan hijau yang dijalankan Pertamina. “Ada. Setiap hari
ada saja, rata-rata ibu-ibu,” terang Putra kepada OG Indonesia kala
ditemui di kantor SPBU, Rabu (15/10/2025).
Dia menjelaskan, UCOllect Box yang ada mampu menampung minyak
jelantah hingga 500 liter. “Itu biasanya dalam dua hari sudah penuh dan sudah
bisa dikuras sama petugasnya,” ujar Putra.
Buka Ekonomi Sirkular di Tengah Masyarakat
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri
menerangkan bahwa Pertamina lewat anak usahanya Pertamina Patra Niaga turut melibatkan
masyarakat untuk mengumpulkan UCO atau minyak jelantah yang pada akhirnya bisa
diolah menjadi bioavtur Sustainable Aviation Fuel (SAF) untuk bahan bakar
pesawat. “Harapannya, kegiatan ini mampu membuka peluang ekonomi sirkular di
tingkat lokal yang menopang energi Indonesia,” ucap Simon dikutip dari
keterangan resmi Pertamina, Rabu (20/8/2025).
Inisiatif hijau dalam upaya menekan emisi karbon memang
tengah digencarkan di dunia. Tak terkecuali Pertamina yang berusaha mewujudkan
energi hijau lewat pemanfaatan minyak jelantah menjadi bioavtur. “UCO ini di-collect
dengan tujuan nanti setelah terkumpul dapat menjadi komponen bio yang
kemudian diolah bersama menjadi SAF sehingga menjadi BBM pesawat terbang yang
ramah lingkungan,” kata Roberth MV Dumatubun, Pj. Corporate Secretary Pertamina
Patra Niaga, kepada OG Indonesia, Kamis (16/10/2025).
Roberth membeberkan untuk UCOllect Box saat ini tersebar pada
35 titik, dari lokasi SPBU-SPBU Pertamina, kantor Pertamina, Rumah Sakit IHC,
agen LPG, dan lokasi lainnya yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang, Tangerang
Selatan, Palembang, Banyuasin, Bandung, Semarang, Surabaya, Gresik, hingga Bali.
“Daftar lengkap lokasi bisa dilihat melalui aplikasi MyPertamina atau di laman
resmi mypertamina.id/ubah-jelantah-jadi-rupiah,” terang Roberth.
Produksi SAF di Unit THDT Kilang Cilacap
Lalu apakah Pertamina sudah mampu mengolah minyak jelantah
yang selama ini dianggap limbah menjadi berkah sebagai bahan bakar pesawat? Ya,
Pertamina lewat anak usahanya yaitu Kilang Pertamina Internasional (KPI) saat
ini memang telah mampu mengolah UCO sebagai salah satu komponen untuk produk
SAF pada Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap di Jawa Tengah.
Pada Sabtu (18/10/2025), OG Indonesia dan beberapa
media nasional menjadi saksi inisiatif hijau Pertamina di Kilang Cilacap saat
berkunjung ke kilang di pantai selatan Jawa tersebut. Di mana rombongan KPI beserta
awak media diajak berkeliling oleh General Manager Kilang RU IV Cilacap, Wahyu
Sulistyo Wibowo, ke area kilang seluas 570 hektare tersebut. Saat tiba di unit Treated
Distillate Hydro Treating (TDHT), rombongan yang turun dari bus disambut oleh suara
gemuruh mesin yang terus menderu. Di sinilah minyak jelantah yang telah diuji
secara menyeluruh diproses untuk menjadi SAF.
Sebagai informasi, Kilang Cilacap yang dibangun tahun 1974
dan mulai beroperasi tahun 1976 saat ini memiliki kapasitas pengolahan sebesar 348
MBSD (ribu/Miles Barrel Stream per Day). Dengan kapasitas tersebut, kilang ini mampu memproduksi
jenis produk BBM Pertamina paling komplit, mulai dari produk Perta Series,
solar, avtur, hingga yang teranyar adalah produk SAF.
Untuk yang terakhir disebut, Kilang Cilacap telah mampu mengolah
2,5% minyak jelantah dalam campuran bioavtur SAF. “PT KPI RU IV Cilacap telah
berhasil mengolah 2,5 persen kandungan UCO, ini relatif beyond expectation,”
ucap Wahyu seraya menambahkan bahwa saat ini Kilang Cilacap memiliki kapasitas
pengolahan bioavtur sekitar 9.000 barel per hari.
Unit TDHT di Kilang Cilacap difungsikan untuk mengolah UCO menjadi produk SAF. Foto: Dok. KPI |
Dalam Peta Jalan Pengembangan Industri Sustainable Aviation
Fuel (SAF) Indonesia, terdapat mandatori campuran UCO sebesar 1% mulai tahun
2027. Dengan kemampuan kilang KPI yang sudah bisa sampai 2,5% pada tahun 2025
ini, Kementerian ESDM lantas memasang target lebih tinggi lewat implementasi
campuran UCO 3%.
“Kita sudah siap ya. Kalau disebutkan 1 persen, kita sudah
2,5 persen. Tinggal nanti kebijakan pemerintah seperti apa, Pertamina dan PT
KPI pasti akan support, pasti akan melaksanakan kebijakan dari
pemerintah pusat,” tuturnya.
Wahyu menerangkan target 3% dapat dicapai dengan kemampuan
yang dimiliki anak bangsa saat ini yaitu dengan meng-upgrade dari sisi katalis
yang digunakan. “Teknologi akan mengikuti dengan kebijakannya,” tegas Wahyu.
Seperti diketahui, dalam menghasilkan produk SAF, Pertamina melalui
PT Pertamina Lubricants telah membentuk perusahaan patungan bersama PT Pupuk
Kujang dan PT Rekacipta Inovasi ITB dengan nama PT Katalis Sinergi Indonesia
(PT KSI) untuk menghasilkan produk Katalis Merah Putih. Sebagai catatan, produk
katalis ini sangat penting dalam industri pengolahan minyak, kimia dan
petrokimia, serta energi.
Replikasi Produksi SAF di Kilang Pertamina Lainnya
Dalam kesempatan yang sama di Kilang Cilacap, Edy Januari
Utama, VP Process & Facility PT KPI, menambahkan bahwa pengembangan
kilang-kilang di Pertamina terus dilakukan guna memenuhi batasan spesifikasi. Contohnya
kadar sulfur yang dari waktu ke waktu terus dikurangi sehingga produk BBM yang
dihasilkan menjadi semakin baik kualitasnya.
Dua tangki tempat menyimpan UCO untuk diolah menjadi SAF di Unit TDHT Kilang Cilacap. Foto: Dok. KPI |
Ada dua kilang Pertamina yang disebut siap menyusul Kilang
Cilacap untuk mengolah UCO menjadi SAF yaitu Kilang Dumai dan Kilang Balongan. Hadi
Siswanto, Manager Engineering & Development Kilang RU VI Balongan, saat
menjawab pertanyaan OG Indonesia menerangkan aplikasi produksi SAF
dengan campuran UCO dapat diterapkan pada unit Kero-HTU Kilang Balongan yang kapasitasnya
sekitar 15 MBSD untuk produksi avtur.
“Saat ini progress-nya sedang melakukan studi detail
engineering sampai nanti target kami di bulan Januari (2026) sudah konstruksi.
Untuk target uji cobanya kalau nggak Maret atau April (2026),” beber Hadi
saat kegiatan kunjungan media ke Kilang Balongan di Indramayu, Jawa Barat, Jumat (17/10/2025).
Terkait investasi untuk pengembangan produksi SAF di unit
yang ada di Kilang Balongan, Hadi mengatakan dana yang dibutuhkan tidak besar. “Karena
di Cilacap pun pada waktu itu kami hanya menggunakan dana operasional yang ada.
Jadi tidak minta ke Jakarta karena hanya beli pipa, beli vessel, nggak
nyampe Rp2 miliar,” cerita Hadi yang turut mengawal pengembangan unit
pengolahan UCO jadi SAF di Kilang Cilacap sejak pertama diinisiasi tahun 2020.
Sukses Mengudara dalam Penerbangan Komersial
Dengan kemampuan anak bangsa sendiri, akhirnya pada 20
Agustus 2025 bahan bakar SAF secara resmi dipakai oleh penerbangan komersial. Anak
usaha Pertamina yaitu maskapai Pelita Air memakai bioavtur SAF ini pada
penerbangan rendah emisi untuk rute Jakarta-Denpasar. Sekitar 32 kilo liter
Pertamina SAF dari Kilang Cilacap digunakan pada penerbangan tersebut.
Grace, salah seorang penumpang pesawat dalam penerbangan tersebut menceritakan perjalanan di udara terasa nyaman dan lancar serta tidak ada perbedaan berarti antara penerbangan berbahan bakar SAF dengan avtur konvensional. “Rasanya menggunakan pesawat yang memakai bahan bakar SAF tetap nyaman, smooth aja sih gak ada masalah, semua lancar,” ucap Grace seperti dikutip dari laman resmi Pertamina.
Hal tersebut diamini oleh R.A. Patria Rhamadonna Sy, Pj.
Corporate Secretary PT Pelita Air Service. Dia mengungkapkan penumpang cukup
mengapresiasi inisiatif Pelita Air yang sudah menggunakan SAF dalam
penerbangannya. “Alhamdulillah dari penumpang responnya positif,” ujar Patria
kepada OG Indonesia, Kamis (23/10/2025).
Dari sisi teknis terkait kinerja bahan bakar SAF pada
pesawat, menurut pihak Pelita Air juga dinilai cukup baik. “SAF yang telah
disetujui dan disertifikasi, dirancang agar bekerja dengan campuran avtur
konvensional. Artinya, tidak ada modifikasi yang diperlukan pada mesin pesawat
atau infrastruktur. Secara operasional, performa mesin pesawat setara dengan
penggunaan avtur konvensional,” paparnya.
![]() |
Maskapai Pelita Air telah menggunakan bioavtur SAF sebagai bahan bakar pesawat yang melayani rute Jakarta-Denpasar dan Jakarta-Singapura. Foto: Dok. Pertamina |
Dengan hasil yang telah digapai Pertamina dalam pengembangan UCO menjadi SAF dari hulu hingga hilir, menurut Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Oki Muraza menjadi bukti nyata komitmen Pertamina dalam memenuhi kebutuhan dunia aviasi global akan bahan bakar pesawat yang lebih hijau.
Oki menguraikan
bahwa kebutuhan bioavtur Indonesia sebesar 6 juta kiloliter (KL), demikian pula kebutuhan negara Singapura juga setara. “Itu 12 juta KL hanya dua negara. Jadi,
harapannya Indonesia bisa menjadi hub untuk Sustainable Aviation Fuel
ini,” kata Oki pada acara Katadata Sustainability Action for The Future Economy
(SAFE) 2025 di Jakarta, Rabu (10/9/2025) lalu.
Untuk itu Indonesia perlu mewujudkan harga yang terjangkau
dari produk SAF yang dihasilkannya. Oki mengungkapkan, salah satu caranya ya
dengan memanfaatkan bahan baku yang ada di tengah masyarakat seperti UCO/minyak
jelantah. “Kami bercita-cita akan membangun green refinery yang bisa 100
persen SAF dan nanti bisa menjadi sentra ekonomi baru di Indonesia,”
sambungnya.
Oki menegaskan, langkah Pertamina dari hulu hingga hilir dalam pengolahan UCO menjadi SAF menunjukkan komitmen hijau Pertamina sekaligus langkah nyata perusahaan dalam memperkuat ketahanan dan swasembada energi serta sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. RH