Siklus 20 Tahunan, Masa Depan Migas Masih Ada


Jakarta, OG Indonesia --
Di tengah rendahnya harga minyak dunia yang saat ini sekitar US$ 40-an per barel, ternyata masa depan industri hulu minyak dan gas bumi (migas) masih ada. Menurut pakar migas Prof. Rudi Rubiandini yang juga mantan Wakil Menteri ESDM dan mantan Kepala SKK Migas, fenomena rendahnya harga minyak dan industrinya yang turun saat ini seperti sebuah siklus yang nanti akan naik kembali.

Kondisi harga minyak yang rendah saat ini dikatakan Rudi akan berimbas terhadap sulitnya perusahaan migas melakukan investasi di hulu migas terutama untuk kegiatan eksplorasi. "Maka akan terasa dalam 5-10 tahun jumlah minyak akan berkurang, sehingga harga minyak akan naik, dan pada tahun ke-20 minyak akan berlebih lagi," jelas Rudi Rubiandini yang menjadi Trainer dalam OG Indonesia Business Training dengan tema "Pemahaman Kemampuan Migas Indonesia ke Depan" yang dilangsungkan secara daring, Sabtu (14/11/2020). 

Kegiatan training ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai perusahaan penunjang migas ternama seperti Pertamina Drilling Services Indonesia, Imeco Inter Sarana, Bina Rekacipta Utama, Nippon Steel Engineering, Patria Maritime Lines, AkzoNobel, Aggreko Energy, PAL Indonesia dan sederet perusahaan lainnya.

Ibarat sebuah gelombang, terang Rudi, naik turunnya harga minyak dunia memang akan selalu terjadi setiap 20 tahun sekali. Harga minyak sendiri menurutnya dipengaruhi oleh besar kecilnya cadangan minyak yang ada di dunia. "Saat ini cadangan dunia sedang besar-besarnya," ucap Rudi.

Dengan cadangan minyak yang sedang besar tersebut maka tentu akan sangat mudah bagi negara-negara kaya minyak untuk memproduksi minyak. "Mudah sekali untuk Saudi Arabia kalau mau naikkan produksi, tambah sejuta barel, tambah dua juta barel," ujarnya. Akibatnya, suplai minyak kemudian membanjiri pasar dunia dan harga minyak pun jatuh. 

Tetapi setelah melewati masa turunnya harga minyak, Rudi menerangkan harga minyak akan naik kembali. Bahkan saat harga minyak dunia naik kembali maka harganya berpotensi lebih tinggi dibandingkan masa-masa sebelumnya. "Dulu ada (harga minyak) top 60 (dollar per barel), terus top 70, top 80, nanti bisa juga jadi top 100," imbuh Rudi.

Karena itu Rudi berkeyakinan masa depan industri hulu migas masih tetap ada. Dia pun bercerita bahwa pada tahun 1980 sudah dikatakan minyak bumi akan habis dalam waktu 10 tahun. "Berarti berhenti di tahun 1990, kenyataannya sekarang 40 tahun kemudian malah berlebih. Cadangan dalam 30 tahun terakhir malah meningkat," bebernya.

Dijelaskan Rudi, sekarang ini minyak bumi bisa habis dalam 60 tahun ke depan jika terus disedot tanpa penemuan cadangan baru. "Tetapi si 60 tahun tersebut akan jadi bertambah bila ada eksplorasi. Kapan eksplorasi dilakukan? Kalau harga minyak tinggi. Kapan harga minyak tinggi? Kalau minyak volumenya sudah rendah. Kapan volumenya rendah? Kalau produksinya turun. Kapan produksinya turun? Kalau cadangan dirasa sudah turun. Dan seterusnya setiap 20 tahun akan terjadi seperti itu," paparnya.

Terkait adanya transisi energi di dunia dari energi fosil yang mulai beralih ke energi terbarukan, menurut Rudi energi fosil masih akan tetap bertahan. Saat ini di tahun 2020 energi minyak, gas, dan batubara masih menguasai porsi energi dunia yaitu sebesar 85%. "EBT atau renewable energy memang naik, tetapi energi fosil masih 85 persen," katanya mengingatkan.

Transisi energi tersebut menurut Rudi memang akan terjadi, namun masih akan sulit dan butuh waktu lama bagi energi terbarukan yang saat ini porsinya baru 15% untuk menggerogoti porsi energi fosil yang sebesar 85%. "Sekarang saja dengan harga (minyak) turun menjadi semakin sulit minyak digantikan dengan energi yang lain," kata Rudi.

Walaupun kondisi industri hulu migas dunia tengah sulit, Rudi meyakinkan bahwa kegiatan hulu migas tetap berjalan dan tidak akan pernah berhenti. Termasuk di Indonesia, sebab kalau kegiatan hulu migas berhenti maka produksi migas Indonesia akan terjun bebas. 

"Hanya dengan pengeboran yang masif akan dapat dipertahankan produksinya," tegasnya. "Contoh PHM (Pertamina Hulu Mahakam), kalau tidak ngebor itu pasti turunnya 20 persen setahun," tambahnya seraya mengingatkan bahwa kesempatan bagi industri penunjang migas pun dengan demikian masih sangat terbuka. RH

Siklus 20 Tahunan, Masa Depan Migas Masih Ada Siklus 20 Tahunan, Masa Depan Migas Masih Ada Reviewed by OG Indonesia on Sabtu, November 14, 2020 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.