Pengamat: Ketimbang Pertamina, PLN Lebih Layak Pimpin Holding Geothermal


Jakarta, OG Indonesia --
Proses pembentukan dan Initial Public Offering (IPO) Holding BUMN Geothermal memasuki babak akhir. PT Pertamina (Pesero), melalui anak perusahaan Pertamina Geothermal Energy (PGE) dikabarkan akan menjadi pimpinan Holding Panas Bumi melalui akuisisi aset dari PLN Gas dan Geothermal (G&G), PT Indonesia Power (IP), dan PT Geo Dipa Energi (GDE). 

Namun,  Serikat Pekerja (SP) PLN, terdiri dari Serikat Pekerja G&G dan IP, menolak PGE menjadi pimpinan Holding dan keberatan terhadap IPO Holding BUMN Geothermal. Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, penolakan SP PLN menjadikan PGE sebagai pimpinan Holding sangat beralasan. 

Pertama, karena PLN harus menyerahkan aset PT PLN G&G dan PT IP dalam jumlah besar, yang akan menjadi milik PGE. "Pengalihan aset ini akan menurunkan kinerja keuangan PLN, utamanya meningkatkan debt to asset ratio PLN. Peningkatan debt to asset ratio dapat menurunkan kepercayaan kreditur dalam memberikan pinjaman kepada PLN ke depa," kata Fahmy, Senin (26/7/2021)..

Kedua, PLN merupakan risk taker atau satu-satunya pembeli listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang akan dibangun oleh Holding Geothermal. Ketiga, Fahmy menilai PLN lebih berpengalaman dalam membangun dan pengoperasikan pembangkit listrik ketimbang Pertamina, yang tidak pernah mengembangkan pembangkit listrik sebelumnya. 

"Dengan ketiga argumentasi tersebut, Pertamina sesungguhnya tidak layak menjadi pimpinan Holding Geothermal, PLN-lah yang lebih layak ketimbang Pertamina dalam mempimpin Holding Panas Bumi itu," ucap Fahmy.

Sementara terkait keberatan SP PLN terhadap IPO Holding BUMN Geothermal, menurut Fahmy sesungguhnya kurang beralasan. Pertama, dia menrangkan bahwa IPO bukanlah “privatisasi” terhadap Holding BUMN Geothermal selama mayoritas saham masih dikuasai oleh Holding, sehingga kontrol pengelolaan perusahaan masih di tangan Holding. "Aksi IPO terhadap anak perusahaan Pertamina dan/atau PLN tidak bertentangan dengan Perundangan berlaku," tegasnya.  

Kedua, IPO menurut Fahmy merupakan alternatif terbaik dalam meraup fresh money sebagai sumber dana pada tahap eksplorasi panas bumi. Pasalnya, perbankan biasanya tidak bersedia membiayai investasi geothermal pada tahap eksplorasi karena resiko terlalu tinggi. 

Ketiga, dengan IPO, pengelolaan BUMN akan menjadi semakin transparan sehingga dapat meminimkan upaya menjadikan BUMN sebagai “Sapi Perahan”. "Pengelolaan BUMN secara tidak transparan berpotensi menjadikan BUMN sebagai “Sapi Perah”," jelasnya.

Karena itu Fahmy menilai, pembentukan Holding BUMN Geothermal merupakan suatu keniscayaan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan panas bumi, sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain itu, penggunaan panas bumi dalam pembangkit listrik akan mempercepat pencapaian target EBT dalam bauran energi. 

"Hanya, dalam pembentukan Holding BUMN Geothermal itu, selayaknya PLN yang menjadi pimpinan holding, bukan Pertamina. Di samping itu, IPO merupakan alternatif terbaik dalam membiayai investasi panas bumi pada tahap eksplorasi, yang tidak melanggar perundangan," pungkasnya. R2


Pengamat: Ketimbang Pertamina, PLN Lebih Layak Pimpin Holding Geothermal  Pengamat: Ketimbang Pertamina, PLN Lebih Layak Pimpin Holding Geothermal Reviewed by Ridwan Harahap on Senin, Juli 26, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.