Risco Energy Dukung Optimalisasi Gas Lewat Pengembangan Infrastruktur LNG Skala Kecil


Jakarta, OG Indonesia --
 Optimalisasi penggunaan gas dapat dilakukan dengan  pengembangan small scale infrastruktur LNG. Aditya Pratama, Direktur Operasi Risco Energy, mengatakan sebagai negara kepulauan, Indonesia membutuhkan LNG skala kecil, sehingga pengembangan infrastruktur LNG sangat diperlukan. 

Small scale LNG itu cost effective. Perlu dilihat dan ditinjau kembali multilevel LNG trader bisa dikembangkan. Saat ini Risco mentransfer LNG di daerah industri, Jawa Barat dan Kalimantan,” kata Aditya dalam DETalks secara virtual bertajuk “Optimalisasi Penggunaan Gas Bumi Menuju Transisi Energi”, Selasa (24/8/2021).

Diungkapkan Aditya, saat ini Risco secara pro aktif mendukung PGN untuk mewujudkan pengembangan infrastruktur LNG, mengembangkan transportasi serta infrastruktur LNG ke sektor swasta di Indonesia bagian tengah dan timur, sampai memberikan informasi teknikal serta teknologi terkait dual fuel engine untuk kendaraan berat dan lokomotif, hingga untuk tugboat dan crewboat engine dari PTK dan PHM.

"Challenge yang harus kita coba untuk pelajari lebih lanjut untuk bisa mengembangkan LNG (agar) bisa diutilisasi lebih banyak lagi, ini menjadi bagian dari optimalisasi gas itu sendiri," beber Aditya.

Taslim Z. Yunus, Sekretaris SKK Migas, mengakui daya serap gas domestik rendah. Hal itu dibuktikan dari tahun 2012 hingga saat ini rerata pemanfaatan gas bumi untuk pembeli dalam negeri hanya 1% per tahun. Pertumbuhan gas tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang berkisar 4-5% per tahun. “Kami berharap konsumsi domestik bisa ditingkatkan lebih besar lagi,” ujar Taslim.

Menurut dia, milestone pengembangan gas bumi dari sisi demand masih belum signifikan. Antara supply dan demand masih lebih besar supply. “Sebetulnya, kita masih kompetitif, jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga lain, kecuali Singapura yang memang harga gasnya sangat tinggi,” ungkap Taslim.

John H Simamora, Direktur Perencanaan Strategis dan Pengembangan Bisnis Subholding Upstream Pertamina, mengatakan agar pemanfaatan gas bumi optimal dapat dilakukan dengan membangun kesepahaman bersama bahwa gas bumi adalah pilihan yang tepat dalam masa transisi energi. Tanpa kesepahaman bersama, nasib gas bumi akan seperti minyak. “Kesepahaman itu kemudian diturunkan dalam kebijakan yang mendorong optimasi gas bumi, sehingga antara supply dan demand, bisa berjalan beriringan,” katanya.

Menurut dia, banyak potensi gas yang dimiliki Pertamina di berbagai wilayah, terutama di wilayah Indonesia Timur, tetapi belum bisa dimonetisasi karena belum tersedia infrastruktur. “Gas memang sudah saatnya. Tetapi harus nyata dan jelas. Kita sudah banyak bicara soal ini, tetapi faktanya, tidak banyak berubah,” jelas John.

Lely Malini, Division Head  Corporate Planning PT Perusahaan Gas Negara Tbk, mengatakan PGN berharap ada data demand yang lebih akurat sehingga bisa mengoptimalkan kapasitas dan infrastruktur yang dimiliki. Dengan demikian, bisa terus meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.

Untuk terus meningkatkan layanan kepada pelanggan, PGN sebagai Subholding Gas Pertamina melakukan beberapa program, di antaranya, gasifikasi kilang, gasifikasi penyediaan tenaga kelistrikan dan juga penyediaan jaringan gas rumah tangga. “Kami merencanakan, pada 2022 sampai 2026 ada satu juta jaringan terpasang, baik dengan pembiayaan oleh APBN maupun pembiayaan oleh PGN,” jelas Lely.

PGN berharap dukungan dari pemerintah terutama terkait keberlanjutan bisnis gas bumi karena peranan vital dalam transisi energi nasional. Demikian juga untuk keberlangsungan penyaluran gas eksisting, diperlukan penyiapan infrastuktur tambahan untuk pasokan LNG, dengan harga yang kompetitif.

“Selain itu, perlu ada kajian bersama terkait harga gas bumi terkait penugasan penyaluran gas bumi tertentu di bidang industri. Khususnya insentif dan kompensasi yang dikeluarkan badan usaha,” kata Lely. 

Sementara itu, PT PLN (Persero) mendukung langkah pemerintah yang menetapkan harga gas alam cair (liquified natural gas/LNG) tanpa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dijaga keberlangsungannya. BUMN di sektor ketenagalistrikan itu juga berharap pemerintah menetapkan harga LNG khusus untuk implementasi Keputusan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020  untuk membantu penurunan konsumsi BBM nasional, meningkatkan bauran gas, serta membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. 

A Daryanto Ariyadi, Executive Vice President Gas dan BBM PT PLN (Persero), mengatakan PLN berharap pemerintah dapat membuat kebijakan terintegrasi terkait pemanfaatan infrastruktur gas yang tidak hanya fokus pada peruntukan kelistrikan, tapi juga mengakomodasi kebutuhan gas di luar kelistrikan. Hal ini dinilai dapat membuat biaya infrastruktur gas menjadi lebih kompetitif.

“Perlu dukungan  pemerintah dan badan usaha transportasi LNG untuk  meningkatkan efisiensi biaya logistik,” ujar  Daryanto. 

Menurut Daryanto, Indonesia memiliki potensi gas yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Potensi yang ada tersebut mampu memenuhi kebutuhan industri hingga 20 tahun ke depan. Namun masih ada jurang yang cukup besar, antara potensi gas yang ada dan permintaan gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

Komisaris Utama PT PLN Gas dan Geothermal itu menyebutkan tahun 2012 merupakan milestone pengunaan gas di PLN. Saat itu, harga gas sangat kompetitif dengan sumber energi lain, sekitar US$2,5, namun harga kemudian terus naik. Sementara PLN juga harus memperhatikan aspek biaya pokok produksi. Pada 2017, PLN tidak lagi berfokus pada pemanfaatan gas, tetapi pada sumber energi lain yang lebih kompetitif, yakni batu bara. 

“Pada 2020, penyerapan gas di PLN, semakin turun akibat pandemi Covid-19. Pandemi ini juga menjadi aspek yang turut berpengaruh dalam penyerapan gas di PLN,” katanya. RH

Risco Energy Dukung Optimalisasi Gas Lewat Pengembangan Infrastruktur LNG Skala Kecil Risco Energy Dukung Optimalisasi Gas Lewat Pengembangan Infrastruktur LNG Skala Kecil Reviewed by Ridwan Harahap on Selasa, Agustus 24, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.