Memasuki usia senja, Wilayah Kerja Mahakam masih menjadi andalan demi mewujudkan Swasembada Energi.
Foto: Dok. Pertamina
Jakarta, OG Indonesia – Riwayat Wilayah Kerja (WK)
Mahakam telah melintas lebih dari setengah abad di kawasan seluas 3.266,44 km2 atau
setara enam kali luas Jakarta. Dari Delta Mahakam hingga offshore Selat
Makassar, Blok Mahakam terus menghasilkan hidrokarbon, utamanya gas bumi, serta
minyak bumi dan kondensat. Bagai mutu manikam yang tetap berkilau, Blok Mahakam
masih menjadi andalan sebagai salah satu produsen gas bumi di Indonesia.
Dalam kinerja operasional terkini dari PT Pertamina Hulu Mahakam
(PHM), tercatat produksi Well Head Gas dari WK Mahakam sampai Mei 2025 mencapai
443 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd). Raihan tersebut telah di atas
target Work, Program & Budget (WP&B) tahun 2025 yang dipatok 407
MMscfd. Sementara untuk produksi minyak berhasil direalisasikan sebanyak 25.000
barel minyak per hari (bopd). Capaian ini juga melampaui target WP&B 2025
yang sebesar 21.900 bopd.
“Untuk produksi minyak, dalam ribu barrel oil per day, target
WP&B di 21,9, sementara realisasi kita year to date bulan Mei di
angka 25 ribu barel per hari yang berarti di atas 100 persen,” kata Sunaryanto,
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), induk usaha dari PHM, kala
rapat dengan Komisi XII DPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, awal
Juli 2025.
Dari aktivitas pengeboran, pada periode yang sama PHM sudah
menyelesaikan pengeboran 32 sumur dari target WP&B sebanyak 86 sumur sampai
akhir tahun 2025. Sedangkan untuk pekerjaan intervensi sumur yaitu work over
dan well services sudah terealisasi sebanyak 2.627 pekerjaan dari
target 4.233 pekerjaan intervensi sumur hingga penghujung tahun ini. “Untuk work
over dan well services kita more or less, on target, dan Insyaallah
prognosis di akhir tahun kita akan lebih dari target,” ucap Sunaryanto.
Sebagai lapangan mature, tren produksi WK Mahakam
memang relatif menurun, apalagi jika dibandingkan puncak produksi gasnya pada
permulaan milenium ketiga lalu. Kendati demikian, Sunaryanto menyampaikan berdasarkan
Long Term Potential (LTP), mulai tahun 2025 tren produksi dari kepala sumur
Mahakam akan kembali naik.
Rinciannya, untuk produksi Well Head Gas diprediksi mencapai
411 MMscfd pada tahun 2026, 454 MMscfd (2027), 503 MMscfd (2028), hingga 519
MMscfd (2029). Sementara untuk produksi Well Head Liquid diperkirakan menuju
19.400 barrel liquid per day (BLPD) pada tahun 2026, lalu beranjak naik
menjadi 20.000 BLPD (2027), 20.700 BLPD (2028), 23.100 BLPD (2029), sampai
24.100 BLPD (2030). “Realisasi produksi dan produksi jangka panjang ini alhamdulillah
lebih baik dari prediksi operator sebelumnya atau Total (Total E&P Indonesie),”
terangnya.
Dukungan Insentif Pemerintah
Capaian positif tersebut menurut Sunaryanto berkat dukungan
pemerintah yang memberikan sejumlah insentif kepada PHM. “Kami berterimakasih
kepada Pemerintah yang telah memberikan insentif selama ini,” ucap Sunaryanto. “Insentif
ini bisa kami manfaatkan dengan baik sehingga bisa melakukan program kerja dan
mendapatkan produksi yang alhamdulillah bisa menaikkan sampai dengan tahun-tahun
selanjutnya,” tambahnya.
Arti penting insentif diakui oleh Direktur Eksekutif
Reforminer Institute Komaidi Notonegoro. Menurutnya, PHM tidak bisa bergerak
sendirian. Dukungan dari para pengatur kebijakan di pemerintahan dalam bentuk
insentif investasi, insentif fiskal, dan kemudahan-kemudahan lainnya pastinya
akan sangat membantu dalam suatu kegiatan operasi migas. “Karena kalau di
industri fosil itu, kalau insentif tidak diberikan maka pilihan produksi
menjadi tidak ada. Sebab keekonomian proyeknya tidak masuk, di mana pengusaha
tidak akan ambil itu, akan pilih tempat yang lain,” jelas Komaidi kepada OG
Indonesia, Jumat (11/7/2025).
Insentif tersebut tentunya bisa menjadi tambahan tenaga bagi
PHM yang tengah kerja keras menjalankan sejumlah proyek. Teranyar, ada tiga project
yang tengah bergulir di WK Mahakam, yaitu Optimasi Pengembangan
Lapangan-Lapangan/OPLL 2B Sisi Nubi AOI dan Sisi Nubi East, OPLL 2B – LLP Booster
Compresor Peciko (SWPJ) - Sisi Nubi (MWPS) - South Mahakam (MD1), dan yang terakhir
Project Manpatu.
Untuk Project Sisi Nubi AOI, merupakan proyek pengembangan
enam anjungan lepas pantai (offshore) di area Sisi Nubi, di mana
kapasitas desain rata-rata sebesar 30 MMscfd untuk setiap platform. Sunaryanto
menceritakan terkait proyek ini sudah diselesaikan pengerjaan seluruh enam topside
platform yang digarap PT Meindo Elang Indah di lokasi manufakturnya di
Tanjung Pinang, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Enam platform tersebut bahkan sudah sail away alias
dikirim ke perairan Kalimantan Timur pada 28 April 2025 (Topside WPS4 dan WPS5),
kemudian pada 6 Mei 2025 (Topside WPN7 dan WPN8), dan terakhir pada 16 Mei 2025
(Topside WPN5 dan WPN6). “Sudah
sail away dan siap dipasang, Insyaallah pada akhir tahun 2025 ini
kita akan mendapatkan first gas-nya. Oleh karena itu, nanti produksi di
tahun 2026 akan naik, salah satunya karena project kita yang relatif
besar yaitu di Sisi Nubi,” beber Sunaryanto.
Lalu ada Project OPLL 2B – LLP Booster Compresor Peciko
(SWPJ), Sisi Nubi (MWPS), dan South Mahakam (MD1). Ini merupakan proyek yang akan
memproduksi cadangan hidrokarbon dari sumur-sumur yang sudah berada di mode Low
Low Pressure (LLP) atau bertekanan rendah menjadi ngegas kembali.
Estimasi onstream dari proyek ini diperkirakan jatuh pada akhir 2026
atau awal 2027 dengan proyeksi penambahan cadangan gas sebesar 21,1 miliar kaki
kubik (Bcf) dan sekitar 253.000 barel minyak.
Adapun untuk Project Manpatu merupakan pengembangan lanjutan
dari temuan sumur eksplorasi Manpatu dari Klaster South Mahakam yang terletak
sekitar 35 km sisi tenggara kota Balikpapan dan 60 km sebelah selatan Terminal
Senipah. Pada klaster tersebut ada empat lapangan gas yang telah berproduksi
sebelumnya, yaitu Lapangan Stupa, Mandu, Jempang-Metulang dan Jumela.
Pada medio Mei 2025 lalu, PHM telah melakukan seremoni first
cut of steel atau pemotongan besi pertama dari fabrikasi Anjungan Manpatu
yang dikerjakan PT Meindo Elang Indah di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Jika
telah rampung, nantinya Anjungan Manpatu akan dibangun di atas lokasi sumur
MPT-1X dengan pipa penyalur sekitar 3 km yang tersambung dengan anjungan
eksisting MD-1. Diharapkan proyek ini dapat onstream pada tahun 2027 dengan
target produksi gas mencapai 80 MMscfd.
Inovatif Demi Swasembada Energi
Guna memuluskan kegiatan operasi hulu migas, PHM juga terbuka
akan inovasi dan teknologi yang aplikatif. Seperti dalam sinergi sesama grup Subholding
Upstream Pertamina antara PHM dan PT Elnusa Tbk. PHM mengadopsi solusi dari Elnusa
melalui penggunaan Hydraulic Workover Unit (HWU). HWU biasanya dipakai untuk kerja
ulang sumur atau aktivitas work over. Namun di tengah situasi
keterbatasan armada rig saat ini, HWU ternyata juga bisa dipakai untuk kegiatan
pengeboran menggantikan Jack Up Rig.
“Kami percaya bahwa penerapan inovasi dan teknologi sangat
penting guna menahan laju penurunan produksi alamiah dan mempertahankan tingkat
produksi migas lapangan-lapangan yang sudah mature,” kata Dony Indrawan,
Manager Communication Relations & CID PT Pertamina Hulu Indonesia kepada OG
Indonesia, beberapa waktu lalu.
Komaidi Notonegoro menilai eksistensi WK Mahakam saat ini
masih diperlukan dalam upaya mewujudkan visi Swasembada Energi seperti tertuang
dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Apalagi dalam fase transisi energi,
sumber daya gas bumi seperti yang terkandung di Blok Mahakam memiliki peran
krusial sebagai jembatan antara energi berbasis fosil dengan energi terbarukan
yang cenderung bersih. “Mahakam menjadi salah satu kunci karena produksinya
sebagian besar adalah gas, di mana gas ini menjadi salah satu solusi utama
supaya transisi energi ini bisa berjalan secara bertahap,” terang Komaidi.
Karena itu Komaidi mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan PHM untuk mengupayakan keberlanjutan produksi lewat berbagai pengembangan lapangan walaupun di tengah segala keterbatasan yang ada.
“Mau
tidak mau memang harus dilakukan pengembangan, kalau hanya bergantung pada
sumur-sumur yang ada tentu produksinya tinggal turunnya. Nah upaya-upaya
(PHM) ini tentu positif untuk menjaga, minimal laju penurunannya tidak terlalu
drastis. Syukur-syukur kalau kemudian bisa membalikkan keadaan kalau nanti
dalam pengembangan ditemukan banyak tambahan cadangan sehingga produksinya bisa
meningkat atau kembali ke titik normal,” tutur Komaidi.
Dalam rentang umur Mahakam yang kian matang, sudah triliunan kaki kubik gas dan miliaran barel minyak serta kondensat dihasilkan. Di sana Perwira PHM masih terus bekerja di atas anjungan lepas pantai di kala senja. Sambil memandangi pantulan sinar matahari di Delta Mahakam yang kiranya masih akan tetap berkilau bagai mutu manikam. RH
.jpeg)