Jakarta, OG Indonesia -- Kejaksaan Agung akhirnya menetapkan Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka kasus korupsi Tata Kelola Minyak. Menurut Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi, penetapan tersangka MRC telah merobohkan mitos bahwa MRC yang selama ini dikenal sebagai gembong mafia migas diyakini tidak akan tersentuh sama sekali oleh aparat penegak hukum.
Fahmy yang juga mantan anggota tim Anti Mafia Migas mengungkapkan, dalam pemburuan rente migas yang merugikan negara, MRC selalu memanfaatkan Pertamina dan anak-anak perusahaannya.
"MRC menggunakan PT Petral di Singapore untuk merampok uang negara melalui bidding impor minyak dan blending impor BBM. Lalu mark up biaya pengapalan melalui PT International Shipping dan mengolah minyak mentah menjadi BBM melalui PT Kilang Pertamina Internasional," ungkap Fahmy.
Ditambahkan olehnya, modus serupa digunakan oleh Muhammad Kerry Adrianto, anak kandung MRC, dengan memanfaatkan PT Patra Niaga, yang merugikan negara sekitar Rp193,7 triliun per tahun selama lima tahun. Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk Kerry, atas dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina pada tahun 2018-2023.
Pada saat Pemerintahan Presiden SBY, Menteri BUMN Dahlan Iskan telah mengendus bahwa Petral digunakan oleh MRC sebagai sarang mafia migas sehingga Dahlan akan membubarkan Petral. Tetapi tidak sanggup membubarkannya, lantaran menurut Dahlan Iskan bahwa backing Petral mencapai langit tujuh.
"Baru atas rekomendasi Tim Anti Mafia Migas, Presiden Jokowi berani membubarkan Petral. Tanpa endorse Jokowi mustahil Petral dapat dibubarkan," bebernya. "Namun, saat Menteri ESDM Sudirman Said akan menyerahkan hasil forensic audit korupsi Petral, konon menurut Sudirman Said, Jokowi mencegahnya sehingga tidak ada satu pun tersangka, termasuk MRC," sambung Fahmy.
Sekarang Kejaksaan Agung sudah berani menetapkan MRC sebagai tersangka tentunya atas persetujuan Presiden Prabowo, yang mempunyai komitmen kuat untuk memberantas korupsi di negeri ini.
Kendati demikian, menurut Fahmy tidak cukup Kejaksaan Agung hanya menetapkan MRC dan tujuh tersangka dugaan korupsi Pertramina, melainkan juga harus menetapkan DPO MRC dan memburunya serta memproses hukum MRC serta tujuh tersangka lainnya hingga dijatuhi hukuman setimpal.
"Tanpa segera memproses secara hukum semua tersangka tersebut, maka pemberantasan korupsi pemerintahan Prabowo di Pertamina tidak lebih hanya pidato belaka dan omon-omon saja," pungkas Fahmy. RH
