Etanol 10% Aman bagi Kendaraan, Namun Spesifikasinya Harus Konsisten dan Diterapkan di SPBU Pertamina dan Swasta
Jakarta, OG Indonesia -- Penerapan etanol 10% (E10) pada bensin yang ditargetkan pemerintah berlaku di Indonesia pada 2027 dinilai aman bagi kendaraan bermotor baru maupun lama yang diproduksi sejak tahun 2000. Namun spesifikasi etanol tersebut harus konsisten dan diawasi. Selain itu untuk mempercepat target transisi energi, pelaksanaan E10 diberlakukan di SPBU Pertamina dan Swasta.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan, penerapan etanol pada bensin kendaraan telah diujicoba oleh asosiasi produsen kendaraan bermotor Jepang atau Japan Automobile Manufacturers Association (JAMA) di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia.
“Penerapan E10 aman bagi hampir semua kendaraan bermotor yang diproduksi mulai tahun 2000,” kata Kukuh, dalam diskusi publik yang diselenggarakan Pusat Kajian Ketahanan Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan (PUSKEP) Universitas Indonesia, di Kampus UI Salemba, Jumat (7/11/2025).
Dalam diskusi tersebut, Kukuh mendorong pemerintah menyusun peta jalan (road map) penerapan E10 yang bertujuan mendorong perekonomian nasional maupun daerah. Sebab bahan baku etanol 10% berasal dari komoditas pertanian, yaitu singkong, jagung, tebu dan sorgum.
“Semua pihak perlu bersinergi dan mengutamakan keunggulan daerahnya, misalnya etanol di Jawa Timur diproduksi dari tebu, di Lampung dengan bahan baku singkong, dan seterusnya,” tutur Kukuh.
Peneliti senior PUSKEP UI yang membidangi bioenergi Zarkoni Azis mengatakan, penerapan E10 pada bensin kendaraan akan menambah octane number menjadi 97,1. Hal itu merupakan hasil pengujian pencampuran bensin dengan bioetanol anhidrat (anhydrous ethanol).
Bioetanol Anhidrat merupakan bioetanol berkadar diatas 99,5% yang mengandung air maks. 1 % v/v dan merupakan hasil dari proses dehidrasi bioetanol hidrat. Zarkoni menyarankan regulator mengarahkan kebijakan etanol jenis bioetanol hidrat (Hydrous Ethanol).
Bioetanol hasil distilasi azeotropik, dengan kadar air 4-5 % v/v atau kadar bioetanol 95-96 % v/v (192-proof alcohol). Menurut Zarkoni, akhir-akhir ini terdapat kecenderungan secara global penggunaan bioetanol hidrat untuk komponen Gasohol E10-E100.
”Alasannya karena biaya produksi lebih murah, lebih ramah lingkungan karena energi untuk produksi bioetanol hidrat lebih murah,” jelas Zarkoni.
Ketua PUSKEP UI Ali Ahmudi menambahkan, pelaksanaan E10 akan mempercepat transisi energi ke energi hijau dan akan mengurangi penggunakan energi fosil. Namun penerapan E10 yang direncanakan tahun 2027 harus diterapkan di semua SPBU di tanah air agar transisi energi segera tercapai. “Penerapannya tidak hanya di SPBU Pertamina saja namun juga di SPBU swasta,” tutur Ali.
Penerapan E10 di SPBU Pertamina dan SPBU swasta akan membuat konsumen tidak bingung dengan kebijakan E10, dan menunjukkan semua pihak mendukung program transisi energi ini, dan konsumsi energi fosil segera berkurang.
Diskusi publik PUSKEP UI diselenggarakan di lantai 5 gedung IASTH (Institute for Advancement of Science Technology and Humanity). Kampus UI Salemba. Diskusi yang dihadiri jurnalis, mahasiswa dan peneliti energi ini dibuka oleh Mauren Lumban Toruan, Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan, dan Hendro Prabowo, Kepala Pranata Pembangunan Universitas Indonesia. RH
Reviewed by Ridwan Harahap
on
Sabtu, November 08, 2025
Rating:




