Jakarta, OG Indonesia – Nostalgia bahwa negeri ini
kaya akan sumber daya minyak dan gas bumi (migas) masih melekat kuat di benak masyarakat luas. Padahal masa kejayaan tersebut sudah lewat sekitar 30-50 tahun silam. Pada
kenyataannya, kini produksi migas nasional, terutama minyak bumi tengah
bergerak dalam plateau yang menurun. Segala upaya untuk menahan laju
penurunan produksi emas hitam tersebut pun terus dilakukan, termasuk lewat Enhanced
Oil Recovery (EOR).
Apalagi Pemerintah RI masih memasang target produksi minyak
bumi sebanyak 1 juta barel per hari (bopd/barrel oil per day) pada tahun
2030. Sementara sampai tengah tahun 2025, realisasi produksi minyak masih sebesar
579.300 bopd. Perlu kerja keras serta cerdas untuk menutup gap tersebut.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto mengatakan saat ini optimalisasi
produksi dengan teknologi EOR merupakan salah upaya yang dilakukan pemerintah
dalam membangkitkan produksi migas nasional. Di samping EOR, masih ada langkah lain
seperti reaktivasi sumur idle, penerapan teknik Multi Stage Fracturing
(MSF), eksplorasi potensi migas di timur Indonesia, hingga pelibatan sumur minyak
masyarakat.
“Alhamdulillah EOR selalu menghasilkan peningkatan
produksi. Ini rencana akan kita percepat pelaksanaan EOR,” ucap pria yang kerap
disapa Djoksis ini dalam acara Konferensi Pers Kinerja Hulu Migas Tengah Tahun
2025 di kantor SKK Migas, Jakarta, pada akhir Juli 2025 lalu.
Djoksis membeberkan, untuk kegiatan EOR dan Waterflood, SKK
Migas saat ini fokus pada 17 lapangan. Mulai dengan metode injeksi CO2, injeksi
steam atau uap, sampai dengan injeksi menggunakan chemical. “Potensinya
(untuk recovery resources) bisa 1,12 miliar standar barel tangki minyak
(BSTB),” jelas Djoksis.
Pada dasarnya EOR merupakan proses perolehan minyak yang tersisa
di dalam reservoir yang tidak bisa diproduksikan secara primary dan
secondary recovery, dan kemungkinan jumlahnya masih sangat besar. Caranya,
bisa dengan menginjeksikan CO2, steam, dan chemical ke dalam
sumur minyak. Di Indonesia, EOR mulai didorong kembali setelah terbitnya
Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional
(RUEN). Walaupun perkembangan penerapan EOR di sumur-sumur tua dirasa masih
terasa lamban.
Gencar di Rokan
Salah satu wilayah kerja (WK) migas yang cukup aktif memanfaatkan
EOR adalah WK Rokan, terutama di Lapangan Minas dengan Chemical EOR (CEOR), sejak
masih dikelola oleh Chevron hingga kini di tangan Pertamina lewat Pertamina
Hulu Rokan (PHR). Agus Masduki, Senior Petroleum Engineer Chemical EOR,
menerangkan lapangan-lapangan minyak yang ada di Sumatra saat ini kebanyakan
memasuki tertiary recovery karena umurnya yang sudah tua.
Agus menjelaskan, dengan kondisi tertiary recovery tersebut
memerlukan upaya ekstra untuk menguras setiap tetes minyak dari dalam sumur,
dibandingkan pada fase secondary recovery dengan menggunakan injeksi air
atau waterflood, apalagi pada masa early production di mana
minyak dari perut bumi masih bisa keluar secara alamiah (natural flow). Salah
satu cara yang dilakukan pada tertiary recovery adalah dengan
menggunakan CEOR berupa formula surfaktan.
“Sebetulnya minyaknya masih banyak tetapi minyaknya menempel
di batuan, jadi perlu alat atau metode untuk mengeluarkannya. Seperti baju yang
kotor kena minyak, kita cuci baju pakai air, nah waterflood itu. Tetapi sudah
bersih tidak? Masih ada. Nah supaya bersih direndam pakai sabun, jadi
surfaktan (CEOR) itu sebenarnya sabun,” papar Agus dalam temu media di Jakarta,
akhir Juli 2025 lalu.
Agus mengungkapkan, pemanfaatan CEOR dapat menambah recovery
factor sekitar 10%–20% serta meningkatkan cadangan terbukti (2P Reserves). “Kebutuhan
minyak di Indonesia itu akan terus berkembang. Ini artinya harus diisi sama
impor tetapi di sisi lain bagaimana kita mempertahankan produksi? Nah, salah
satunya dengan CEOR,” terang Agus.
Di Blok Rokan, pilihan implementasi CEOR pada
lapangan-lapangan minyak tua yang ada di sana telah melalui proses screening
sejak tahun 1994. Setelah hasil screening memuaskan, setelah itu
dilakukan pilot test. “Nah kalau di Wilayah Kerja Rokan sendiri
yaitu di Minas kita sudah melewati masa pilot itu dan sekarang dalam
rangka Stage 1 untuk fullfill,” ujarnya.
Surfaktan Karya Anak Bangsa
Agus Masduki menambahkan saat ini Pertamina telah memiliki
laboratorium untuk pengembangan surfaktan EOR untuk saat ini dan di masa depan.
“Pertamina ada lab technology innovation di Pulogadung, kemudian di
Minas kita juga punya lab. Jadi Pertamina sudah bisa melakukan formulasi kimia
sendiri dan kemudian formula ini ditransfer ke PTPL (PT Pertamina Lubricants) untuk
melakukan mixing dan pengiriman ke lapangan,” imbuh Agus.
Sinergi antara PHR dan PTPL dalam formulasi EOR telah
terbukti pada awal Juli 2025 lalu, di mana telah dilakukan injeksi perdana
surfaktan PHR24 yang merupakan hasil formulasi di internal Pertamina untuk
digunakan pada Proyek Balam South Simple Surfactant Flood atau SSF Stage-1
(Pattern 353) dengan injeksi perdana dilakukan di Sumur Injeksi Balam South
BL#353, Bangko, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
Adapun formula Surfaktan PHR24 telah menjadi bagian dari intellectual
property milik PHR, dengan didukung PTPL yang turut berperan sebagai mitra
teknis dalam mengeksekusi proses blending, Quality Assurance/Quality
Control (QA/QC), netralisasi, hingga distribusi slug surfaktan ke lokasi
proyek.
“PHR24 atau formulasi Chemical EOR ini dikembangkan oleh
talenta-talenta Pertamina yang terbaik dan PTPL yang dalam hal ini sudah
berpengalaman memproduksi dan memasarkan produk pelumas specialty lubricants
kini diberikan kepercayaan lebih untuk meningkatkan kapabilitasnya untuk memproduksi
dan menyuplai Chemical EOR yang dibutuhkan rekan-rekan upstream,” kata
Budi Kurniawan, Project Coordinator PT Pertamina Lubricants dalam acara temu
media yang sama.
Menanti Hasil CEOR di Minas
Saat ini produksi minyak dari Blok Rokan sekitar 25% dari
produksi minyak nasional alias berkisar 150 ribuan bopd. Dalam temu media PHR
akhir Juli 2025 lalu, Corporate Secretary PHR Eviyanti Rofraida, menegaskan Lapangan
Minas di Blok Rokan menjadi lapangan pertama yang menerapkan CEOR pada skala
komersial di Indonesia. Injeksi CEOR di Minas ini direncanakan akan dimulai
pada Desember 2025.
Sokongan implementasi CEOR di Blok Rokan ditargetkan akan memberikan
tambahan produksi minyak secara bertahap untuk Blok Rokan, di mana pada medio
2026 akan ada tambahan produksi minyak sampai 2.800 bopd. Kemudian saat
implementasi skala penuh diperkirakan penambahanan produksi minyaknya akan
mencapai 30.000-50.000 bopd.
Evi berharap boost produksi dari CEOR di Rokan akan
bisa mempertahankan eksistensi blok minyak raksasa di Bumi Lancang Kuning ini
hingga beberapa dekade ke depan. “Jadi ada sustainability, menjamin
hingga 30 tahun dari hari ini. Amin,” harap Evi. “Sehingga secara produksi
tercapai, secara angka profit juga dapat, dan secara sustainability juga
dapat,” tambahnya.
Kiranya kejayaan sumur-sumur minyak raksasa di masa lalu, seperti di Blok Rokan, saat ini masih tetap bisa diandalkan. Kurasan dari setiap tetes terakhirnya masih bisa diandalkan untuk membangkitkan produksi migas nasional. Semua demi mewujudkan ketahanan dan swasembada energi sesuai amanat ASTA CITA Presiden Prabowo Subianto. RH
Reviewed by Ridwan Harahap
on
Minggu, November 09, 2025
Rating:




