Konversi ke Kompor Induksi, Hemat APBN dan Bangun Kemandirian Energi


Jakarta, OG Indonesia --
Harga minyak dunia yang terus naik membuat harga acuan LPG yaitu CP Aramco terus mengalami kenaikan. Per Maret 2022 ini, harga CP Aramco sudah menyentuh di level US$900 per metrik ton. Padahal saat ini, 65% LPG yang digunakan berasal dari impor sehingga bisa meningkatkan defisit neraca perdagangan kita. 

Dampaknya adalah, penggunaan dollar akan meningkat dan bisa menyebabkan mata uang rupiah terdepresiasi terhadap mata uang dollar. Oleh karena ini, penggunaan kompor induksi akan membantu pemerintah untuk mengurang impor LPG. Demikian disampaikan Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/3/2022).

“Melalui penggunaan kompor induksi, dapat membantu pemerintah dalam menghemat anggaran di APBN kita. Selain itu, penggunaan kompor induksi merupakan upaya untuk membangun kemandirian energi,” jelas Mamit.

Mamit menyampaikan, impor LPG dari tahun  ke tahun terus mengalami peningkatan seiring dengan konsumsi yang terus naik. Pada tahun 2024, impor LPG bisa mencapai Rp 67,8 triliun.

“Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau (current account deficit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan,” kata Mamit.

Menurut dia, sesuai dengan arahan Presiden di Istana Bogor pada November 2021 sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Pemanfaatan potensi energi dalam negeri adalah yang utama termasuk salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi.

“Selain untuk mengurangi angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi LPG dengan asumsi ICP US$63 per barel. Per Februari 2022, ICP sudah menyentuh dilevel US$95,72 per barel. Kenaikan ini akan berdampak terhadap beban subsidi LPG di mana setiap kenaikan US$1 ICP maka beban subsidi LPG akan meningkat sebesar Rp1,47 triliun. Jadi bisa dibayangkan berapa beban penambahan untuk subsidi LPG 3 kg saat ini,” urai Mamit.

Jadi perubahan dari LPG ke kompor listrik manfaatnya akan bisa langsung terasa. Negara juga akan lebih hemat karena ada pengurangan subsidi LPG. Sehingga ini perlu adanya pergeseran gaya hidup, kultur, kebijakan, industri pendukung, yang pada intinya bagaimana pergeseran ini bisa berjalan secara smooth.

“Masyarakat juga akan mendapatkan manfaat dari penggunaan kompor induksi ini. Konsumsi  menggunakan kompor induksi, jika dibandingkan 1 kg LPG adalah sebesar 7,1 kWh. Artinya, dengan memakai kompor listrik masyarakat hanya perlu merogoh kocek Rp Rp 10.266, yang setara dengan 1 kg LPG Non subsidi dengan harga Rp15.500 per kg,” papar Mamit kembali.

Dengan asumsi pemakaian 1 bulan sebanyak 9 kg, maka biaya yang dikeluarkan rumah tangga mencapai Rp139.500. Sedangkan pemakaian 1 bulan kompor induksi setara dengan 64,7 kWh atau hanya Rp93.556.

“Artinya, penggunaan energi LPG lebih mahal Rp45.944 per bulan jika dibandingkan dengan penggunaan kompor induksi,” pungkas Mamit. RH

Konversi ke Kompor Induksi, Hemat APBN dan Bangun Kemandirian Energi Konversi ke Kompor Induksi, Hemat APBN dan Bangun Kemandirian Energi Reviewed by Ridwan Harahap on Rabu, Maret 16, 2022 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.