Tak Terima di-PHK, Putra Daerah Pekerja EMP MSSA Berjuang di Pengadilan

Jakarta, OG Indonesia -- Sidang gugatan bayar lunas uang pesangon pekerja EMP MSSA di Pengadilan Negeri - PHI Jakarta Pusat, menghadirkan saksi-saksi yang menguatkan adanya keterpaksaan dalam proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal, yang telah dilakukan oleh perusahaan pada 29 September 2017 lalu.


Pekerja PHK terpaksa melakukan penandatanganan Perjanjian Bersama (PB), karena adanya informasi dari manajemen EMP MSSA yang menyatakan, bahwa semua hutang perusahaan pada pekerja akan dibayarkan, apabila pekerja menandatangani PB PHK.

Bagi yang tidak menandatangani, pembayaran akan dilakukan setelah ada putusan dari Pengadilan PHI dan dihapusnya data pekerja di perusahaan.

Rony Fisla sebagai putra daerah yang secara khusus datang dari Sungai Apit/Siak -  Riau, bersaksi menyatakan bahwa dirinya tidak terima untuk PHK yang telah dilakukan perusahaan terhadap dirinya. "Karena tanpa alasan yang jelas mengapa harus di-PHK, serta waktu yang sangat mendesak dalam permintaan penandatanganan Perjanjian Bersama (PB) PHK," ucapnya.

Informasi dari Manajemen EMP MSSA telah membuat dirinya takut dengan tidak terpenuhinya kebutuhan hidupnya serta bayangan berurusan bolak balik Pekanbaru - Jakarta yang tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar, telah membuat dirinya terpaksa menerima untuk menandatangani PB PHK.

Sugih Nugraha pekerja lain yang terkena PHK massal, juga memperkuat pernyataan para penggugat serta saksi sebelumnya bahwa PB PHK terpaksa harus diterima.

Nyata pada tanggal 12 September 2017 perusahaan telah mengeluarkan Paklaring dan Surat permintaan persetujuan pencairan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana pada tanggal tersebut Sugih nyata masih aktif sebagai pekerja dan bekerja, serta PB PHK belum ditandatangani.

Perusahaan telah memberikan tekanan atas penyertaan Paklaring dan surat pencairan BPJS Ketenagakerjaan dalan permintaan penandatangan PB PHK.

Janses dari Sihaloho and Co Law Firm sebagai pengacara penerima kuasa penggugat (pekerja EMP MSSA), dalam keterangannya menyatakan, bahwa perusahaan telah melakukan beberapa tekanan yang telah menimbulkan kekhawatiran akan hak normatif pekerja yang belum dibayarkan, serta proses pengadilan yang tidak sepenuhnya dimengerti oleh para pekerjanya dalam PHK massal pada September 2017 lalu.

Menurut Janses, pembuatan Paklaring serta surat persetujuan pencairan BPJS Ketenagakerjaan yang telah dikeluarkan pada saat pekerja masih aktif merupakan tindakan yang tidak terpuji, terlebih dilakukan oleh EMP MSSA sebagai perusahaan migas Indonesia.

Dalam keterangan terpisah Ecoline, Pengacara dari Sihaloho and Co Law Firm lainnya mempertanyakan kecukupan wewenang Bagus Kartika sebagai pimpinan tertinggi serta kewenangannya dalam penandatanganan PB PHK, karena nyata pengangkatan Bagus Kartika sebagai pimpinan perusahaan dilakukan  pada Oktober 2017 atau setelah PB PHK massal ditandatangani pada 29 September 2017.

"Bagus Kartika tidak mempunyai kewenangan sebagai pimpinan EMP MSSA pada saat PHK massal dilakukan, demikian juga dalam penandatangan PB PHK," tegas Ecoline.

Sihaloho and Co Law Firm sebagai kuasa hukum penggugat memohon pada Pengadilan Negeri - PHI Jakarta Pusat agar dapat mengabulkan semua gugatan yang telah disampaikan.

Adapun sebagai pertimbangannya adalah PHK yang telah dilakukan melanggar UU 13-2003 dan PKB yang berlaku, pembiayaan upah dan pesangon pada perusahaan Migas adalah cost recovery dan nyata perusahaan mempunyai uang dengan pembayaran signature bonus perpanjangan KKKS. RH
Tak Terima di-PHK, Putra Daerah Pekerja EMP MSSA Berjuang di Pengadilan Tak Terima di-PHK, Putra Daerah Pekerja EMP MSSA Berjuang di Pengadilan Reviewed by OG Indonesia on Senin, September 03, 2018 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.