SKK Migas: Sistem PSC Cost Recovery dan Gross Split Adalah Pilihan Investor


Jakarta, OG Indonesia -- 
Sistem kontrak hulu migas di dunia beragam. Untuk negara maju umumnya menggunakan sistem royalty dan tax, karena sistem perpajakan yang sudah maju. Untuk negara berkembang seperti Indonesia menggunakan Production Sharing Contract Cost Recovery (PSC CR) yang kemudian bertambah dengan adanya sistem Gross Split (PSC GR) sejak tahun 2017 lalu.

Diterangkan Benny Lubiantara, Deputi Perencanaan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Indonesia merupakan negara yang pertama kali memperkenalkan sistem PSC di tahun 1966 yang kemudian diduplikat oleh Malaysia, Vietnam, negara Timur Tengah serta Afrika. 

Benny menjelaskan, ketika investor hulu migas ditanyakan PSC apa yang diminati apakah CR atau GR, jawabannya adalah sistem mana yang memberikan keuntungan dalam investasinya, alias sistem mana yang memberikan internal rate of return (IRR) yang paling baik. "Sehingga di mata investor PSC CR atau PSC GR adalah pilihan semata, mana yang paling mendukung target investasi mereka. Negara mana yang menawarkan insentif fiskal yang menarik akan lebih diminati oleh investor," jelas Benny dalam kegiatan edukasi jurnalis media nasional yang diselenggarakan SKK Migas secara online, Kamis (26/8/2021) 

Edukasi jurnalis dengan tema “Production Sharing Contract (PSC) Cost Recovery (CR), PSC Gross Split (GS), Implementasi dan Kecenderungan Model Kontrak Migas Global” ini dihadiri oleh sekitar 90 jurnalis dari berbagai media nasional, baik cetak maupun elektronik serta televisi. Hadir sebagai narasumber antara lain Deputi Perencanaan SKK Migas Benny Lubiantara, Vice President SKK Migas A. Rinto Pudyantoro dengan moderator Andromeda Mercury jurnalis-news anchor media nasional. Tampil pula Taslim Z. Yunus, Sekretaris SKK Migas yang membuka kegiatan edukasi jurnalis tersebut.

Dilanjutkan Benny, saat ini industri hulu migas secara global mengalami tekanan yang semakin kuat. Di mana semakin terbatas alokasi investasi dari International Oil Company (IOC) sehubungan dengan perhatian mereka pada renewable energy. Kemudian, ada pula tambahan biaya operasional untuk mengakomodasi proyek low carbon, serta target IRR yang semakin tinggi di masa mendatang yang notabene bersaing dengan renewable energy yang umumnya mendapatkan berbagai macam insentif. 

Karena itu menurut Benny, aspek komersial akan menjadi hal yang paling berpengaruh dibandingkan ketersediaan potensi migas, terlebih dengan adanya wacana transisi energi. Maka saat ini adalah kesempatan untuk segera melakukan monetisasi atas potensi migas dengan memberikan paket insentif yang menarik bagi investor.

Cycle process dalam industri hulu migas sangat panjang dimulai dari penandatangan kontrak/lisensi, aktivitas G&G, pengeboran eksplorasi, penemuan, penilaian dan pengembangan, optimalisasi lapangan, produksi tahap lanjut, sampai dengan terjadi penurunan produksi dan abandonment. Oleh karena itu dalam perspektif investor, bisnis di hulu migas akan sangat ditentukan oleh empat hal yaitu hasil geologi/sub surface, regulasi, fiskal dan kemudahan akses ke pasar. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah kemudahan berbisnis," tegas Benny.

Sementara itu Vice President SKK Migas A Rinto Pudyantoro dalam paparannya menegaskan bahwa sistem kontrak hulu migas di Indonesia terus mengikuti dan beradaptasi terhadap zaman. Sehingga posisi PSC CR atau PSC GS saat ini adalah adalah pilihan. Dalam implementasinya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. 

“Permen ESDM No 12/2020 senafas dengan UU 22/2001 yang mengamanatkan model kerjasama dengan pola atau mekanisme boleh apa saja yang penting mengoptimalkan kepentingan negara. Jadi model apapun yang ditawarkan sudah dijaga kepentingan negara dan sudah dihitung konsekuansinya," terang Rinto.

Lebih lanjut dia menambahkan, “Di sisi lain, investor diberikan kesempatan untuk fitting dengan risiko menurut persepsi mereka, kultur perusahaan dan karakteristik perusahaan. Jadi sebagai salah satu faktor penentu untuk menarik investor, maka dalam jangka panjang akan memberikan keuntungan bagi Negara". 

“Bagi kontraktor memilih model dan pola (PSC) yang paling menguntungkan secara bisnis akan dipengaruhi oleh cara pandang dan persepsi perusahaan terhadap peluang dan risiko bisnis (teknis dan non teknis) dan ekspektasi terhadap pelaksanaan kontrak,” jelas Rinto.

Taslim Z. Yunus mengatakan edukasi jurnalis yang rutin diadakan SKK Migas adalah salah satu bentuk tanggung jawab SKK Migas sebagai institusi yang mewakili negara di hulu migas. Tujuannya agar pemahaman kalangan insan pers tentang industri hulu migas menjadi lebih utuh sehingga berita yang ditulis menjadi lebih tepat dan akurat.

“Melalui edukasi ini, diharapkan kesalahan penulisan berita dapat diminimalisir. Selain pemahaman dan pengetahuan yang baik, kegiatan ini adalah untuk membina hubungan yang baik dan memudahkan interkasi dalam pekerjaan. Tidak bisa instan, tetapi perlu edukasi yang terus menerus untuk meningkatkan pemahaman para jurnalis," ucapnya.

Lebih lanjut, Taslim menyampaikan kegiatan edukasi media ini juga dalam rangka membangun dukungan publik terhadap visi peningkatan produksi migas nasional di tahun 2030 yaitu 1 juta barel minyak dan 12 BSCFD gas. “Kami terbuka jika ada usulan dari rekan-rekan jurnalis mengenai topik-topik yang dibutuhkan. Peserta diharapkan dapat mengetahui rezim fiskal di Indonesia dan global, serta implementasi CR dan GR, serta peran dan tantangan dalam pengawasan dua skema tersebut," kata Taslim. R1

SKK Migas: Sistem PSC Cost Recovery dan Gross Split Adalah Pilihan Investor SKK Migas: Sistem PSC Cost Recovery dan Gross Split Adalah Pilihan Investor Reviewed by Ridwan Harahap on Kamis, Agustus 26, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.