Kisah Mak Edah Pintal Kawat Cinta Demi Para Lansia

Jubaedah atau akrab disapa Mak Edah, 
Ketua Kelompok Wanita Tani Kenanga.
Foto: Ridwan Harahap

Karawang, OG Indonesia –
Perempuan berusia 44 tahun itu tidak pernah berhenti bergerak. Hilir mudik dia sibuk melihat dan membantu pekerjaan enam perempuan lanjut usia (lansia) yang tengah memproduksi kerupuk kencur di bagian belakang bangunan PAUD Anugrah dan Posyandu Kenanga yang berdiri di atas tanah seluas 1.100 meter persegi di Desa Tanjung, Kecamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Terkadang dia mengamati para lansia yang mengulen, menggunting dan membentuk adonan dengan pola hati. Lalu melongok ke bagian pengukusan adonan. Kerap pula dirinya membantu menjemur adonan di rak-rak bertingkat di bagian luar bangunan. Tetapi paling sering dia mengerjakan kegiatan menggoreng kerupuk dengan pasir di ruang penggarangan yang luasnya sekitar 2 x 3 meter.

Perempuan tersebut bernama Jubaedah atau akrab disapa Mak Edah. Pembawaannya lincah dan enerjik, membuat dirinya tidak bisa diam begitu saja ketika para lansia dan janda di Desa Tanjung tak punya aktivitas yang menghasilkan uang. Apalagi pada tahun 2017, Desa Tanjung diberi label sebagai desa rawan pangan. Sebagai Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Kenanga dari Desa Tanjung, Mak Edah pun memutar otak agar predikat tersebut bisa dihilangkan.

Ibu tiga putra ini lantas berupaya mencari bantuan dana ke berbagai pihak terkait untuk mengembangkan kegiatan usaha KWT Kenanga. Berbagai proposal diajukan, salah satunya ke PT Pertamina Gas (Pertagas) yang memiliki Stasiun Kompresor Gas (SKG) di Kecamatan Cilamaya. Di mana salah satu ruas pipa gas Pertagas melewati Kecamatan Banyusari, lokasi KWT Kenanga berada.

Gayung bersambut ketika Pertagas tertarik dengan konsep pengembangan masyarakat yang ditawarkan Mak Edah. Diceritakan Mak Edah, mulai Februari 2020 secara resmi bantuan CSR dari Pertagas bergulir untuk KWT Kenanga lewat program Kelompok Wanita Capai Impian dan Cita-Cita (Kawat Cinta). Sebelumnya, Pertagas sudah melakukan pendekatan untuk melakukan pemetaan kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat setempat.

Mak Edah mengungkapkan, tadinya KWT Kenanga punya banyak produk usaha seperti dodol, wajik, rengginang sampai kerupuk. Akan tetapi pengembangan usahanya tidak fokus serta kekurangan modal. Hadirnya program Kawat Cinta dari Pertagas membuat kegiatan usaha KWT Kenanga difokuskan pada 1-2 jenis produk saja. “Kita harus punya satu produk tapi harus bisa luas (pemasarannya), ya emak ambil kerupuk ini. Kerupuk kencur lebih murah bahan bakunya terus kita jualnya bisa lebih lama,” cerita Mak Edah kala ditemui OG Indonesia, Kamis (14/10/2021).

Untuk produk lainnya, KWT Kenanga juga menghasilkan produk jamu jahe sereh dan kunyit asam dalam kemasan botol siap minum. Produk kerupuk dan jamu tersebutlah yang kemudian jadi andalan KWT Kenanga.

Bantuan Produksi dari Pertagas

Program Kawat Cinta Pertagas sendiri telah memberikan berbagai bantuan untuk produksi kerupuk kencur KWT Kenanga. Tidak berbentuk dana tunai, bantuan disalurkan dalam bentuk bahan baku untuk produksi awal, donasi alat produksi, konstruksi rumah produksi, sampai pelatihan terkait produksi, pengemasan dan pemasaran produk.

Saat ini produksi kerupuk kencur yang diberi merek Kawat Cinta bisa mencapai 18 kilogram per hari. “Jadi 180 bungkus, karena per kilonya sepuluh bungkus,” jelas Mak Edah. Dibanderol dengan harga Rp5.000 per bungkus, pemasaran kerupuk kencur Kawat Cinta sudah menyebar di seputaran Kabupaten Karawang. Omzetnya lumayan, sekitar Rp14 juta per bulan.

Para lansia dan janda yang membantu membuat kerupuk kencur pun merasa senang bisa mengisi waktu senggang mereka dengan kegiatan produktif. Mereka adalah Rumini, Enjas, Uwen, Mulyati, Yeni dan Karnida. Setiap harinya, kecuali hari Jumat yang jadi hari libur untuk mengaji, mereka meluangkan waktu dari pukul 8 pagi sampai pukul 1 siang untuk memproduksi kerupuk kencur. “Pada tahun 2020 penghasilan (setiap pekerja) cuma Rp20 ribu, sekarang alhamdulilah si nenek bisa dapat Rp30 ribu se-lohor (bekerja sampai jam 1 siang),” tutur Mak Edah.

Rumini yang bisa dibilang paling sepuh dengan usia 70 tahun mengaku kini lebih produktif karena bisa mendapatkan pemasukan untuk keperluan sehari-hari dari aktivitasnya membantu produksi kerupuk kencur Kawat Cinta. “Ya bisa buat belanja sehari-hari lah. Bisa kasih uang jajan juga buat cucu,” ucap Rumini sumringah kala berbincang dengan OG Indonesia.

Rumini (70 tahun) masih aktif membantu
produksi kerupuk kencur di KWT Kenanga.
Foto: Ridwan Harahap

Jangkau Pasar Lebih Luas

Mak Edah berharap ke depannya kegiatan usaha kerupuk kencur Kawat Cinta bisa berkembang lebih pesat dan lebih luas lagi. Dia pun membidik ceruk-ceruk pasar baru seperti sektor pariwisata yang mulai menggeliat setelah pandemi panjang. "Saya pengen ngisi (produk Kawat Cinta) di setiap obyek wisata di Karawang, wisata di Kabupaten Karawang kan banyak,” ujarnya penuh semangat.

Untuk itu Mak Edah sudah bersiap menambah tenaga kerja pada bagian pemasaran dan distribusi produk. Dia mengungkapkan, untuk kegiatan pemasaran dan distribusi selama ini dirinya hanya dibantu oleh sang suami yaitu Azis Harisman dan dua orang pekerja lainnya. Kegiatan distribusi produk yang dijalani cukup berat karena masih menggunakan sepeda motor dengan jangkauan pasar dari seputaran Cilamaya, Cikampek, sampai perbatasan Kabupaten Subang.

“Saya pengennya nambah lah paling tidak enam orang lagi, pemasaran lebih luas lagi, modal yang perlu ditambah untuk kendaraan,” ungkap perempuan yang kini jadi salah satu Local Hero Pertagas di wilayah Karawang ini.

Pihak Pertagas sendiri sangat mengapresiasi dedikasi Mak Edah dalam mengangkat derajat para lansia dan janda di Desa Tanjung. Tedi Abadi Yanto, Head of External Relations East Region Pertagas, mengatakan Pertagas memberi keleluasaan kepada Mak Edah untuk menentukan tenaga kerja yang dilibatkan dalam kegiatan usaha KWT Kenanga. “Yang penting dicari yang punya komitmen,” tegas Tedi.

Ke depannya, Pertagas ingin terus mentransformasi program Kawat Cinta di KWT Kenanga. Tak hanya sebatas menjalankan kegiatan usaha, tetapi menjadikannya sebagai salah satu Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) yang mumpuni. “Jadi ada fungsi baru, selain memproduksi produk, mereka juga bisa menjadi pusat pelatihan,” jelas Tedi. Untuk itu Pertagas saat ini sudah menambah fasilitas baru yaitu panel surya dengan kapasitas 2.200 watt untuk mencukupi kebutuhan listrik dari beragam kegiatan di lokasi KWT Kenanga. “Kita harapkan adanya panel surya ini bisa menekan ongkos produksi juga,” tambahnya.

Sementara itu Risna Resnawaty, Pengamat CSR serta Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran, menilai gagasan Mak Edah untuk turut memberdayakan lansia dan janda sangat menarik. Sebab inisiatif usaha mikro ternyata tidak hanya hadir dari perusahaan namun dari masyarakat lokal. “Mak Edah punya pendekatan dan strategi sendiri, sehingga para lansia bersemangat untuk ikut kegiatan bisnis. Hal ini merupakan potensi besar untuk pelaksanaan CSR  perusahaan,” papar Risna ketika dihubungi OG Indonesia, Kamis (21/10/2021).

Lebih lanjut Risna mengatakan, pelaksanaan CSR oleh tokoh masyarakat seperti Mak Edah dapat menjadi agen penting untuk perubahan ataupun penularan perilaku positif dalam kehidupan masyarakat. Kendati demikian, pihak perusahaan tetap perlu melakukan pendampingan usaha, misalnya dari sisi kemasan, standar kesehatan, sampai pemasaran online.

Hal ini menjadi penting agar dalam waktu singkat bisa terlihat perubahan signifikan dari tingkat pendapatan kelompok yang bersangkutan. “Biasanya jika sudah nampak perubahan pada suatu kelompok kecil, masyarakat lain akan ikut terpacu untuk melakukan usaha yang sama. Bukan tidak mungkin akan hadir Mak Edah-Mak Edah baru yang semangat untuk menggerakkan warganya agar melakukan aktivitas produktif,” tutup Risna. (Ridwan Harahap)

Kisah Mak Edah Pintal Kawat Cinta Demi Para Lansia Kisah Mak Edah Pintal Kawat Cinta Demi Para Lansia   Reviewed by Ridwan Harahap on Kamis, Oktober 21, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.