Kejar Net Zero Emission, Kepala BRIN: PLTN Pilihan Paling Rasional


Jakarta, OG Indonesia – Pertemuan Conference of the Parties (COP) 26 di Glasgow, Skotlandia, pada awal November ini telah menegaskan komitmen dari setiap negara di dunia untuk menekan produksi karbon secara signifikan pada 2030 dan meraih net zero emission pada 2050. Komitmen tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari isu perubahan iklim yang kini mengancam dunia.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan target net zero emission tersebut juga menjadi bidikan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia. Salah satu upaya menuju ke sana adalah dengan menyediakan lebih banyak energi bersih yang ramah lingkungan seperti energi terbarukan, tak terkecuali energi bersih lainnya seperti energi nuklir.

Handoko menjelaskan, energi nuklir lewat pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sebenarnya bisa memasok energi listrik secara terus-menerus. PLTN tidak bersifat intermitten seperti pembangkit listrik dari energi terbarukan yang bisa terkendala produksi listriknya oleh faktor cuaca. “PLTN, kalau saya bicara langsung saja, energi nuklir itu adalah pilihan yang paling rasional,” ucap Handoko dalam acara Prof Talk bertajuk “Siapkah Energi Nuklir Mendukung Net Zero Emission Indonesia?” yang diadakan secara daring, Selasa (16/11/2021).

Dalam kesempatan yang sama, Djarot S. Wisnubroto, Peneliti Ahli Utama Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN, mengungkapkan dari empat negara di Eropa yaitu Swedia, Perancis, Denmark, dan Jerman, yang emisi karbon per kWh listriknya paling tinggi adalah Jerman dengan 311 gram CO2 emissions per kWh. Diikuti oleh Denmark sebanyak 109 gram CO2 emissions per kWh. Sementara Perancis sekitar 51 gram CO2 emissions per kWh, dan Swedia hanya 9 gram CO2 emissions per kWh. “Ternyata share electricity dari Perancis dan Swedia sebagian besar atau sebagian diisi oleh nuklir dan hidro,” ungkap Djarot.

Namun Energi nuklir memang kerap dipersepsikan negatif oleh masyarakat sebagai akibat kejadian kecelakaan PLTN seperti yang terjadi di Chernobyl (Ukraina) dan Fukushima (Jepang). Kendati demikian, Djarot membuka fakta bahwasannya di Ukraina dan Jepang ternyata masih memanfaatkan PLTN sebagai sumber listriknya. “Ukraina itu ada kecelakaan Chernobyl, tetapi 53 persen energinya berasal dari PLTN,” ungkap Djarot. “Jepang pun tidak ada cara lain, tetap menggunakan nuklir, meskipun terjadi pro dan kontra di dalamnya,” tambahnya.

Masih terkait aspek keselamatan, Djarot mengutip buku terbaru Bill Gates yang berjudul How To Avoid Climate Disaster (2021), di mana disebutkan bahwa PLTN adalah pembangkit listrik yang paling aman di antara pembangkit listrik lainnya. “Ternyata nuklir adalah yang paling safe di antara batu bara, minyak, biomassa, dan gas,” tutur Djarot

Menurut Djarot, untuk implementasi PLTN di Indonesia, aspek sumber daya manusia dan infrastruktur juga bukan menjadi persoalan alias sudah siap dalam program pembangunan PLTN. Lalu pemerintah sendiri sebenarnya sudah mulai memasukkan PLTN sebagai salah satu sumber energi pada tahun 2045 mendatang. “PLTN mulai dibangun tahun 2045, kemudian naik, naik banyak. Kemudian targetnya adalah 2060 sekitar 35 Giga Watt,” jelasnya.

Tetapi tantangan utama dari pemanfaatan nuklir untuk energi sejatinya adalah masalah keputusan politis dari pemerintah yang menegaskan untuk go nuclear. “Tantangan utama bukanlah teknologi, namun pada masalah sosial politik. Kapan diputuskan, kapan go nuclear, itu menjadi tantangan utama,” pungkas Djarot. RH

Kejar Net Zero Emission, Kepala BRIN: PLTN Pilihan Paling Rasional Kejar Net Zero Emission, Kepala BRIN: PLTN Pilihan Paling Rasional Reviewed by Ridwan Harahap on Rabu, November 17, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.