Arnelina tengah sibuk mencanting di rumah produksi batik Kubedistik.
Foto-foto: Ridwan Harahap.
Tarakan, OG Indonesia – Pagi itu tanah masih basah.
Semalaman hujan membasuh Kota Tarakan. Dipayungi awan yang terus menggelayut, Arnelina
(41) berangkat kerja dengan menumpang ojek daring. Setengah jam
perjalanan ditempuh Arnelina dari tempat tinggalnya menuju rumah produksi batik
Kubedistik (Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik) di Kelurahan Kampung 1
Skip, Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Kalimantan Utara.
Kegiatan tersebut dilakoni Arnelina setiap hari. Terkadang naik
ojek daring, kerap pula dirinya diantarkan oleh sang kakak. Arnelina tinggal
bersama kakaknya, kedua orangtuanya sudah tidak ada. Sebagai penyandang tuna
daksa, langkah-langkah kecil kakinya mantap diayunkan ke Kubedistik. Di sana Arnelina
membatik.
Seharian Arnelina bergelut dengan canting, malam/lilin, kompor
dan wajan kecil, serta kain yang akan dibatik. Motif-motif khas batik non
cetakan dia goreskan dengan tekun dari pukul 8 pagi sampai 4 sore. Rutinitas
tersebut telah dijalaninya selama tiga tahun. Sebagai individu dengan
disabilitas fisik, Arnelina tak pernah menyangka bisa bekerja seperti kebanyakan
orang. Sebelumnya dirinya hanya berdiam di rumah saja.
“Alhamdulillah ada hasilnya, per bulan bisa dapat Rp
1,5 juta, bisa untuk kehidupan sehari-hari. Dibandingkan dulu saya tidak ada
penghasilan sebelum mengikuti kegiatan di Kubedistik ini,” cerita Arnelina kepada
OG Indonesia pagi itu, Rabu (19/10/2022), kala menemuinya di rumah
produksi Kubedistik.
Arnelina bergabung dengan Kubedistik secara tidak sengaja. Saat
iseng membuka media sosial Facebook, pandangan matanya terpaut dengan unggahan dari Sony
Lolong, Ketua Kubedistik yang mengajak para penyandang disabilitas di Tarakan
untuk belajar membatik di tempatnya. “Saya langsung tertarik karena memang saya
suka menggambar,” tuturnya. Butuh waktu sekitar satu tahun buat Arnelina mempelajari
teknik membatik. “Alhamdulillah kalau untuk nyanting sih bisa, tetapi
sampai sekarang saya masih belajar juga,” lanjutnya.
Diakui Arnelina program pemberdayaan penyandang disabilitas
yang dilakukan oleh Kubedistik sangat membantu dirinya untuk menjadi mandiri
melampaui keterbatasan fisik yang ada pada dirinya. Dia pun optimistis jika
telah memiliki bekal keterampilan serta modal yang cukup dapat membuat usaha
batik sendiri. “Mudah-mudahan saya bisa juga mandiri untuk mengerjakan usaha
batik,” harap Arnelina.
Berawal dari Keprihatinan Terhadap Kaum Difabel
Program Kubedistik bermula dari keprihatinan PT Pertamina EP (PEP) Tarakan Field pada kondisi kaum difabel yang banyak termarjinalisasi di tengah masyarakat. Sering dianggap sebagai warga kelas dua, akses penyandang disabilitas seolah tertutup dalam melakukan aktualisasi diri dan memiliki penghasilan sendiri. Mereka pun rawan terjebak dalam kondisi kehidupan yang miskin.
Sony Lolong, local hero yang digandeng PEP Tarakan Field
menjadi Ketua Kubedistik, mengungkapkan bahwa penyandang disabilitas di Kota
Tarakan cukup tinggi. Berdasarkan data Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Tarakan jumlahnya mencapai 278 orang. Sementara daya serap dunia kerja
terhadap para difabel masih sangat rendah. “Berangkat dari situ, saya punya kemampuan,
saya punya ilmu, kenapa tidak saya berbagi ilmu tersebut dengan mereka,” cerita
Sony yang telah menjadi pengrajin batik sejak tahun 2011. “Jadi kaum difabel
ini kita rangkul, kita bina, dan alhamdulillah semua berjalan dan di-support
oleh pihak Pertamina untuk sarana dan prasarananya,” tambahnya.
![]() |
Sony Lolong, Ketua Kubedistik. |
Tak sekadar belajar membatik, anggota Kubedistik juga
produktif menghasilkan kain batik. Sony mengatakan Kubedistik bisa memproduksi
40 kain batik dalam seminggu. Dengan rata-rata satu kain batik dibanderol sekitar
Rp300.000, maka pemasukan Kubedistik bisa mencapai Rp12.000.000 dalam sepekan.
Saat ini Sony Lolong bersama Kubedistik telah memiliki sembilan
motif batik yang bernuansa kearifan lokal Tarakan dan yang berkaitan dengan Pertamina.
Enam motif di antaranya telah terdaftar memiliki Hak Kekayaan Intelektual
(HaKI), yaitu Burung Enggang, Enggang Sejoli, Pakis Pesisir, Pagun Patra,
Telaga Patra, dan Rig Patra. Bahkan, satu motif yaitu Padaw Tuju
Dulung dengan warna dominan kuning kini menjadi motif batik dari seragam
Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara.
Tak hanya itu, batik Kubedistik juga dilirik mancanegara seperti konsumen dari
Afrika yang menggemari motif batik dengan warna yang ngejreng.
Setelah berjalan tiga tahun, program Kubedistik saat ini
bisa merangkul sekitar 26 orang penyandang disabilitas untuk belajar membatik.
Sony melihat dari para anggotanya tersebut ada beberapa orang yang terlihat
sudah siap untuk mandiri dan bisa memulai usaha sendiri. “Kelihatan ada dua
orang yang mulai bikin usaha di rumah, cikal bakalnya sudah kelihatan,” ujar
Sony.
Kota Tarakan yang ditunjuk United Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization (UNESCO) menjadi kota inklusif disabilitas menyambut
baik masa depan cerah dari para penyandang disabilitas di Tarakan setelah
bergabung dengan Kubedistik. “Harapannya pemerintah daerah, kita bisa menekan
angka kemiskinan,” kata Arbain, Kepala Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Kota Tarakan. Dengan penyandang disabilitas juga bisa memiliki penghasilan,
Arbain menuturkan mereka tak lagi menjadi beban biaya bagi keluarganya tetapi
juga dapat meningkatkan penghasilan bagi keluarganya.
Komitmen ESG Pertamina
Ditemui di tempat berbeda, Field Manager Pertamina EP
Tarakan Field Isrianto Kurniawan menyampaikan bahwa program-program tanggung
jawab sosial perusahaan harus dapat menjawab persoalan sosial yang terpotret di
tengah masyarakat, terutama di sekitar daerah operasi. Hal ini tentu sejalan dengan
komitmen Pertamina terhadap aspek environment, social, and governance
(ESG). “Apa sih yang terjadi dan dibutuhkan di Tarakan ini?” kata pria
yang akrab disapa Iwan ini. Dari pertanyaan social mapping itulah lahir program CSR
seperti Kubedistik.
Ke depannya, Iwan menargetkan program pemberdayaan masyarakat
yang dijalankan PEP Tarakan Field kian meluas penerima manfaatnya. Tak
hanya di Kota Tarakan, tetapi juga Kalimantan Utara secara keseluruhan. Upaya
tersebut untuk kian memperkuat program CSR yang telah dijalankan oleh PEP Tarakan Field. Berkat program Kubedistik, PEP Tarakan Field sudah
bisa menyabet penghargaan PROPER Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
kehutanan pada tahun 2021 lalu. “Semoga kami bisa mempertahankan amanat
perusahaan untuk bisa mempertahankan emas pada tahun ini,” tegas Iwan.
![]() |
Para pelajar SMK Jurusan Tata Busana di Kota Tarakan juga turut belajar membatik di rumah produksi Kubedistik. |
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan prinsip ESG saat ini sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan migas demi menjaga kesinambungan bisnis dan operasinya. Selain aspek lingkungan dan governansi, Mamit menerangkan aspek sosial juga menjadi begitu penting. “Kehadiran industri migas harus bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Pemberdayaan terutama kelompok rentan tidak hanya menjadi jargon saja. Tapi memberikan dampak langsung agar mereka bisa merasakan manfaatnya. Kegiatan edukasi dalam rangka peningkatan ekonomi dan taraf hidup adalah tujuan utama. Industri migas harus berperan aktif,” jelas Mamit ketika dihubungi OG Indonesia, Sabtu (22/10/2022).
Menyoroti program Kubedistik dari Pertamina EP Tarakan Field
yang mengangkat kehidupan para difabel di Tarakan menjadi lebih berdaya, Mamit
menilai program ini telah membuktikan bahwa industri hulu migas peduli terhadap
kelompok rentan. Selain membantu perekonomian pada difabel, kepedulian tersebut
menurut Mamit juga dapat mengangkat nama baik perusahaan. “Dampak positifnya
adalah masyarakat akan mendukung dan menjaga kegiatan perusahaan karena mereka
merasa memiliki. Kehadiran perusahaan tidak hanya mencari keuntungan tapi juga
memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar terutama kelompok rentan," tutup Mamit. (Ridwan
Harahap)
