Dibutuhkan Beragam Inovasi dan Terobosan untuk Genjot Produksi, Lifting dan Percepatan Proyek Hulu


Jakarta, OG Indonesia --
Pemerintah, SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terus melakukan berbagai langkah, mendorong penerapan inovasi dan teknologi serta kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk dapat meningaktkan produksi minyak dan gas bumi. Hal ini mengemuka pada sesi diskusi panel yang menjadi bagian dari kegiatan Rapat Kerja Eksploitasi Industri Hulu Migas 2025.

Beragam inovasi dan terobosan dalam upaya meningkatkan produksi, lifting, percepatan proyek dan menjaga kehandalan fasilitas mengemuka pada sesi diskusi panel dengan tema “Upaya Peningkatan Produksi dan Lifting melalui Percepatan Proyek dan Strategi Kehandalan Fasilitas” dengan narasumber Nanang Abdul Manaf Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Eksplorasi dan Peningkatan Produksi Migas dan Ketua Satgas Lifting Migas, Taufan Marhaendrajana Deputi Eksploitasi SKK Migas, Ignatius Tenny Wibowo Senior VP Offshore Asset Medco E&P, Juan Carlos Coral L Operations Deputy Director ENI Indonesia dan juga Muhammad Nurdin Senior Vice President EMCL.

Dalam paparannya Nanang Abdul Manaf menyampaikan bahwa SKK Migas dan KKKS telah melakukan upaya meningkatkan dan akselerasi lifting migas untuk menahan decline dan mencapai incline. Harapannya naik, tetapi secara agregrat untuk minyak masih menurun. 

"Dengan perkembangan yang ada diharapkan tahun 2025 untuk minyak sudah tidak lagi decline dan dapat masuk ke fase incline. Untuk gas fasenya sudah meningkat sejak beberapa tahun terakhir, dengan adanya kontribusi proyek yang signifikan yaitu Jambaran Tiung Biru dan juga Tangguh Train 3," ucapnya.

Nanang menyampaikan agar bisa incline, maka harus punya proyek baru yang onstream yang akan memberikan tambahan produksi secara signifikan. Mulai tahun 2026 diharapkan ada tambahan dari onstream proyek Hidayah, Genting Oil, Geng North, Andaman dan seterusnya. "Agar target lifting tercapai, maka entry point harus bisa mendekati target di tahun tersebut," jelas Nanang.

Terkait regulasi, Nanang menyampaikan bahwa Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 terkait Kerjasama Operasi (KSO) untuk sumur idle maupun lapangan idle serta sumur masyarakat, harapannya dapat berkontribusi lebih optimal dalam memberikan tambahan produksi migas.

Kemudian dalam paparannya, Deputi Eksploitasi SKK Migas memberikan penghargaan yang tinggi bagi KKKS yang bisa mempertahankan level produksi dengan baik. Taufan mengajak untuk melakukan refleksi di tengah tahun, melihat apa yang sudah dilakukan dan melakukan improvement sehingga bisa meningkatkan produksi mencapai 605 ribu barrel oil per day (BOPD), meskipun sangat menantang, tapi kita harus optimis dengan kerja-kerja yang sudah dilakukan selama ini.

Taufan menyampaikan saat ini dalam proses persetujuan Plan of Development (POD) telah dilakukan percepatan sehingga pencapaian Reserve Replacement Ratio (RRR) bisa dicapai dengan baik. Tanntangannya adalah bagaimana mencapai Final Investment Decision (FID). Ini terlihat dari data tahun 2019 hingga 2023 ketika RRR mencapai rata-rata 166%. Namun yang bisa melewati FID masih jauh di bawah karena masih 8% hingga 10%. 

Tantangan berikutnya adalah terkait FID delay dan EPCI delay, ini menyebabkan eksekusi POD menjadi delay. Dia menekankan bagaimana eksekusi POD yang delay tersebut yang perlu dicarikan solusi dan dikerjakan bersama untuk mengatasi kendala tersebut.

Menjaga kehandalan fasilitas juga sangat penting karena terkait meminimalkan kejadian unplanned shutdown, Taufan menyampaikan bahwa ada potensi kehilangan minyak hingga 15.000 BOPD, adalah jumlah yang signifikan dan harus diatasi bersama, terlebih fasilitas produksi yang sebagian sudah mature dan membutuhkan perhatian khusus. 

Untuk gas, dia menyampaikan memang ada kendala tetapi secara teknis mampu diatasi. Agar lebih optimal dan mencapai target, maka tantangan GAP komersial harus dicarikan solusi karena ini berkaitan dengan pihak lain.

Narasumber dari Medco, Ignatius Tenny Wibowo menyampaikan bagaimana tantangan dalam pengelolaan proyek lepas pantai (offshore). "Saat ini Medco fokus pada lepas pantai, 3 di Indonesia dan 1 di Thailand. Dalam 5 tahun telah selesai 7 proyek," terang Tenny, seraya menginformasikan platform yang ke delapan dalam 2 bulan bisa onstream dan berkontribusi pada penambahan produksi minyak. Hal yang menggembirakan adalah sebanyak 5 dari 8 itu proyeknya bisa diselesaikan kurang lebih 4 tahun dengan pencapaian yang cepat dan aman bisa dicapai.

Dia menjelaskan kaitan drilling dengan proyek, harus betul-betul terintegarsi. Dari awal bagaimana proses pengadaannya, hingga bagaimana jacket dipasang dan seterusnya. Ada resiko rig idle jika ada yang terlambat. Sangat penting strategi yang perlu dilakukan agar implementasi tepat sesuai jadwal. 

Hal yang tidak kalah penting adalah terkait strategi EPC. Terkait ini, Tenny memberikan apresiasi kepada SKK Migas yang telah melakukan terobosan dengan memberikan ijin untuk pembelian beberapa long lead item bisa dibeli lebih dulu, sehingga ketika EPC di award tidak menunggu long lead item karena sudah ada

Adapun narasumber dari ENI Juan Carlos Coral L menyampaikan bagaimana pengalaman ENI dalam mengelola fasilitas produksi maupun proyeknya, seperti di FPU Jangkrik, Maha dan Gendalo & Gendang. Pada pemaparannya, dia menyampaikan perbedaan dalam manajemen proyek antara model tradisional dengan model pendekatan fast track. Jika model tradisional setiap tahapan dilaksanakan terpisah, maka pada model fast track ada beberapa tahapan yang dilaksanakan secara paralel, misal ketika eksplorasi maka secara bersamaan dilakukan reservoir study, kemudian paralel dilakukan pekerjaan engineering dan pengadaan serta eksekusi.

Juan menerangkan, pada model tradisional waktu rata-rata dari penemuan ke FID sekitar 3,1 tahun, kemudian dari FID ke start up sekitar 3,6 tahun. Maka dengan model fast track dari penemuan ke FID bisa dipercepat menjadi 1,3 tahun dan dari FID ke start up dipercepat menjadi 1,8 tahun. "Kunci dari upaya yang dilakukan oleh ENI terdapat enam langkah terobosan yang dilakukan yaitu mekanisme kompensasi sehingga dapat mengoptimalkan biaya, pengadaan material dan long lead item, aliansi strategis, market engagement, manajemen proyek yang kuat dan fleksibilitas," tutur Juan. 

Terkait proyek Northern Hub, Juan menyampaikan akan memberikan peningkatan produksi yang signfikan yaitu produksi gas dari 630 MMSCFD menjadi 1.800 MMSCFD atau meningkat hampir 3 kali lipat dan produksi minyak 80.000 BOPD

Sedangkan dari EMCL, Muhammad Nurdin menyampaikan bagaimana lapangan Banyu Urip dapat berproduksi melebihi dari apa yang telah ditetapkan dalam POD. Hingga saat ini sudah memproduksi sekitar 700 juta barel minyak meskipun sejak 2021 sudah fase proses decline. Oleh karenanya, EMCL harus melakukan sesuatu agar produksi dapat dijaga tetap optimal dengan agresif menerapkan teknologi seperti penggunaan low dosis acid menggantikan metode umum yang dilakukan secara mekanikal, sehingga bisa menekan decline sejak tahun 2021.

Kemudian, Nurdin mengatakan perlu ada proyek baru untuk menggenjot produksi minyak melalui proyek Banyu Urip Infill Clastic yang mampu memberikan peningkatan produksi dalam jumlah signifikan. "Saat ini EMCL sedang melakukan kampanye pengeboran yang berjumlah 7 buah terdiri atas 5 carbonat infill dan 2 clastic," ucapnya.

Pembelajaran yang berharga pada sesi ini setidaknya ada 6 (enam) hal yaitu

1.   Target kinerja proyek idealnya adalah on time, on budget, on scope (OTOBOS), good governance, dan QHSE excellent. Untuk mencapai target kinerja tersebut diperlukan dukungan dan kolaborasi semua fungsi, dan semua stakeholders terkait.

2.   Diperlukan upaya terobosan untuk mengoptimalkan parameter-parameter pengambilan keputusan dalam FID, agar kegiatan konstruksi fasilitas produksi dan drilling dapat dilanjutkan. Pemerintah mendorong melalui kebijakan fleksibiltas T&C dalam kontrak bagi hasil, penggunaan EPF untuk percepatan produksi dan perluasan skema KSO dan sumur masyarakat, serta masih mengadopsi kebutuhan bisnis.

3.   Pelaksanaan proyek secara OTOBOS dalam praktiknya memerlukan kolaborasi antar pemangku kepentingan serta sinergi antara kegiatan drilling dan konstruksi fasilitas produksi.

4.   Pada tahap pelaksanaan proyek (eksekusi), kinerja kontraktor yang masih belum sesuai rencana menjadi isu utama. Diperlukan langkah-langkah untuk bisa menyelesaikan isu ini sehingga kedepan kinerja proyek dapat terus diperbaiki.

5.   Keberlanjutan produksi sangat dipengaruhi oleh keandalan fasilitas, dimana tingkat keandalan yang tinggi akan memastikan ketersediaan stok minyak yang optimal di titik serah.

6.   Salah satu faktor kunci dalam penerimaan industri ini adalah keberhasilan proses lifting, dimana ketersediaan dan keandalan armada menjadi penentu utama tingkat keberhasilannya. RH

Dibutuhkan Beragam Inovasi dan Terobosan untuk Genjot Produksi, Lifting dan Percepatan Proyek Hulu Dibutuhkan Beragam Inovasi dan Terobosan untuk Genjot Produksi, Lifting dan Percepatan Proyek Hulu Reviewed by Ridwan Harahap on Rabu, Juni 18, 2025 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.