Jakarta, OG Indonesia -- Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPPB) menilai Menteri ESDM Bahlil Lahaladia telah menghentikan pasokan BBM SPBU swasta dari pasokan impor BBM berkualitas lewat ketetapannya yang sesat.
"Sesat karena menguntungkan kepentingan mafia migas yang menghendaki dominasi impor (single supplier) dan pengadaan BBM nasional dalam satu genggaman. Dampaknya maka masyarakat tidak mendapatkan BBM dengan kualitas yang memadai dan dengan harga terjangkau, kerusakan kendaraan, peningkatan pencemaran udara, hambatan pertumbuhan ekonomi dari sektor otomotif dan migas. Hal ini indikasi menguatnya kartel BBM sekalipun Petral sudah dilikuidasi pada 2015," beber Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif KPPB, Jumat (19/9/2025).
Dia menegaskan, adalah sesat penetapan impor BBM hanya boleh dilakukan oleh Pertamina sebagai jalur satu pintu. "Ketetapan tanpa opsi impor oleh pihak lain termasuk pengelola SPBU swasta, berpotensi menghilangkan persaingan sehat dan merugikan konsumen untuk mendapatkan harga yang lebih bersaing dan dengan kualitas yang lebih baik," tegasnya.
Dengan hilangnya peluang masyarakat untuk mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik, lanjutnya, maka akan memicu tingginya pencemaran udara dari sumber kendaraan bermotor; dampak langsung atas penggunaan BBM berkualitas rendah.
"Sebagaimana diketahui, bahwa selama ini Pertamina masih memasok BBM dengan kualitas di bawah standar atau di bawah spesifikasi BBM yang memenuhi persyaratan teknologi kendaraan yang saat ini diadopsi berdasarkan peraturan perundangan di Republik Indonesia," ungkapnya.
Dia memaparkan, dari 16 parameter bensin, parameter RON-nya masih deficit (90 dari seharusnya minimal 91) dan Sulfur content terlalu tinggi (200 ppm dari seharusnya maks 50 ppm. Bahkan parameter Biosolar CN-nya defisiti (48 dari seharusnya min 51) dan Sulfur conten amat sangat terlalu tinggi (lebih dari 1400 ppm dari seharusnya 50 ppm).
Karena itu ia mengatakan bahwa perlu dihentikan ketetapan Menteri ESDM dalam memberantas peran swasta pada impor BBM bersih demi terciptanya persaingan usaha yang sehat. Dia juga menyarankan perli dievisi Ketetapan Spesifikasi BBM yang diterbitkan oleh Dirjen Migas mengingat ketetapan yang ada sudah out of date dan membangkang terhadap peraturan perundangan di atasnya.
"Segera lakukan shifting impor BBM yang dilakukan oleh importer atas order dari Pertamina; yaitu shifting dari impor BBM dengan kualitas busuk (rendah) ke impor BBM dengan kualitas tinggi yang mampu meng-up grade kualitas BBM produksi domestik oleh Pertamina," ucapnya.
KPPB juga menyarankan agar Presiden Prabowo Subianto merestrukturisasi HPP BBM sehingga masyarakat mendapatkan BBM dengan kualitas baik dan harga terjangkau serta pemerintah tidak terbebani subsidi BBM.
"Sebagai catatan, HPP BBM bersubsidi terlampau tinggi karena mengandung nilai mark up oleh oil trader/importer. Fakta HPP BBM sekelas Pertalite di pasar regional adalah Rp 7.950/L sementara Pertamina mematok dengan HPP Rp 11.700/L sehingga pemerintah harus mensubsidi Rp 1.700/L (23 Maret 2025)," tutupnya. RH
