Awas Hiperinflasi, Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rencana Kenaikan Harga BBM


Jakarta, OG Indonesia --
Di saat masyarakat tengah mengencangkan ikat pinggang menghadapi situasi ekonomi tak menentu pasca pandemi Covid-19, kabar mengejutkan ditimbulkan oleh kesimpangsiuran informasi terkait rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yaitu Pertalite dan Solar yang diungkapkan oleh para pejabat pemerintah sendiri.

Dikatakan oleh Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean, rakyat tentu akan bertanya-tanya tentang nasibnya bila kemudian pemerintah benar-benar menaikkan harga jual BBM jenis Pertalite dan Solar karena akan mengakibatkan naiknya harga bahan-bahan pokok di pasar.

"Sementara selama ini rakyat di bawah tak menikmati secara utuh subsidi ratusan trilliun yang digelontorkan dari APBN. Justru subsidi lebih banyak dinikmati kalangan mampu, kalangan yang tak tergolong dan tak tercatat sebagai orang miskin yang seharusnya menerima subsidi. Sebuah ironi di negeri besar yang memiliki banyak lembaga yang mengurusi kebijakan soal Migas," ucap Ferdinand di Jakarta, Senin (22/8/2022).

Sebagaimana diketahui, diperkirakan sekitar bulan Oktober 2022 kuota BBM bersubsidi Pertalite dan Solar akan habis dan bukan berikutnya akan melampaui kuota yang telah ditetapkan. Ferdinand pun mempertanyakan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam perhitungan penetapan kuota BBM bersubsidi dalam 1 tahun. Sebab, jebolnya kuota ini akan berdampak penambahan anggaran subsidi. 

"Bila anggaran subsidi tidak ditambah maka konsekuensinya adalah menaikkan harga. Tapi apakah menaikkan harga akan menyelesaikan masalah atau justru akan menciptakan beberapa masalah baru ke depan? Pemerintah harus secara cermat dan hati-hati menghitung risiko kebijakannya. Jangan sampai menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Instabilitas tentu akan menjadi pertaruhan dalam kebijakan ini," bebernya.

Dia pun mengingatkan bahwa biasanya pada akhir tahun akan terjadi peningkatan konsumsi publik terhadap BBM. Menurutnya, bila harga BBM bersubsidi dinaikkan, tentu akan mendorong terjadinya hiperinflasi dan risiko kemarahan publik karena beban hidup yang semakin berat. "Pemerintah ada baiknya mengkaji ulang rencana kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi ini," tegas Ferdinand.

Lantas kebijakan apa yang harus diambil oleh negara terkait permasalahan ini? Ferdinand menguraikan, persoalan penyaluran subsidi merupakan persoalan puluhan tahun yang tak kunjung dirapikan dan diperbaiki sistemnya. "Memang penyaluran subisidi ini terlalu tinggi risiko politiknya, tapi bila tidak diselesaikan maka setiap tahun permasalahan ini akan terus menumpuk dan menjadi gunung api yang satu saat akan meledak," ujarnya.

Untuk itu Ferdinand menyarankan kepada pemerintah agar segera membenahi penyaluran subsidi supaya tepat sasaran. Untuk masalah kuota Pertalite dan Solar yang akan jebol bulan Oktober 2022, menurutnya ada baiknya diselesaikan dengan cara pembatasan dan pengetatan. 

"Pembatasan bisa dilakukan dengan cara memasukkan data seluruh kendaraan dalam hal ini kendaraan distribusi bahan pokok, bahan bangunan dan angkutan umum ke sistem digitalisasi SPBU sebagai kendaraan yang berhak mendapat BBM bersubsidi. Datanya bisa diambil dari data yang ada di Korlantas Polri dan atau data di Dinas Perhubungan yang mengeluarkan ijin setiap kendaran angkutan baik angkutan barang maupun angkutan manusia," paparnya.

Selain pembatasan, sambung Ferdinand, pengetatan pembelian BBM juga harus dilakukan di mana dalam 1 hari pembelian maksimum hanya dapat mengisi sekian liter dengan akurasi jarak tempuh mobil yang digunakan supaya tidak ada kendaraan besar yang digunakan hilir mudik mengisi BBM bersubsidi untuk dijual kembali dalam kategori BBM Industri.

"Sistem ini mudah dilakukan dengan menggunakan Aplikasi MyPertamina dan sistem digitalisasi SPBU yang pernah dikerjakan dengan anggaran triliunan rupiah. Solusi ini akan lebih tepat dilakukan dibanding menaikkan harga BBM yang akan berdampak pada kenaikan harga di pasar dan instabilitas politik," tuturnya.

Langkah berikutnya menurut Ferdinand adalah terus melakukan pembenahan penyaluran subsidi agar pada tahun anggaran 2023 subsidi tidak terus membengkak serta salah sasaran. Pilihannya bisa melakukan subsidi tertutup alias memberi subisidi pada orangnya, bukan produknya, atau dilakukan pula cara pembatasan dan pengetatan secara akurat dengan menggunakan teknologi. 

"Jangan percuma Pertamina menghabiskan uang triliunan untuk membangun digitalisasi SPBU tapi tak bermanfaat. Salah satu contoh tidak jelasnya manfaat digitalisasi SPBU ini, ketika stok BBM di SPBU kosong namun tidak segera diisi kembali," ungkapnya.

"Pilihan kebijakan ini kembali kepada pemerintah, apakah memilih jalan pintas atau memilih capek kerja demi solusi permanen dan kompoherensif," tutup Ferdinand. RH


Awas Hiperinflasi, Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rencana Kenaikan Harga BBM Awas Hiperinflasi, Pemerintah Diminta Kaji Ulang Rencana Kenaikan Harga BBM Reviewed by Ridwan Harahap on Senin, Agustus 22, 2022 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.