KMPHB Desak Pemerintah Turunkan Harga BBM dan Ganti Rugi Rp 13,75 Triliun

Foto: Hrp

Jakarta, OG Indonesia -- Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM (KMPHB) mendesak Pemerintah segera menurunkan harga BBM mulai bulan Juli 2020 serta berjanji untuk melaksanakan penentuan harga BBM sesuai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. KMPHB juga meminta Pemerintah mengganti kerugian senilai Rp 13,75 triliun, untuk kelebihan bayar BBM bulan April dan Mei 2020, kepada masyarakat melalui mekanisme yang legal, adil dan transparan.


Apabila sampai batas waktu tanggal 16 Juni 2020, tuntutan KMPHB tersebut tidak dipenuhi atau tidak mendapat tanggapan dari Presiden/Pemerintah, maka KMPHB akan menggugat secara hukum (Citizen Law Suit) ke pengadilan. KMPHB sendiri telah melayangkan surat somasi kepada Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) terkait harga BBM yang tidak turun ini.

"Langkah ini kami ambil karena Presiden telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) sehingga telah merugikan rakyat untuk mendapatkan harga BBM sesuai dengan peraturan dan formula harga yang berlaku," ucap Marwan Batubara, Koordinator KMPHB, dan konferensi pers virtual, Rabu (10/6/2020).

Koalisi Masyarakat Penggugat Harga BBM terdiri dari sejumlah toko, antara lain Marwan Batubara, Ahmad Redi, Mukhtasor, Ahmad Yani, Agung Mozin, M. Hatta Taliwang, Taufan Maulamin, Djoko Edhi Abdurrahman, Agus Muhammad Maksum, Narliswandi, Bisman Bachtiar, Muslim Arbi, Abdurrahman Syebubakar, M. Ramli Kamidin, dan Darmayanto.

Diterangkan Marwan, harga minyak mentah dunia sejak Maret 2020 hingga Mei 2020 sudah turun cukup besar, dan harga pada April 2020 merupakan yang terendah selama 20 tahun terakhir. Harga minyak yang rendah ini, ditambah over supply kilang minyak di seluruh dunia sempat membuat harga produk BBM lebih murah US$ 2 per barel dibanding harga minyak mentah. "Secara umum, karena harga minyak mentah yang turun, harga BBM di banyak negara juga ikut turun," kata Marwan. 

Namun tren harga BBM global yang turun ternyata tidak terjadi di Indonesia. Diungkapkan Marwan, sejak April 2020 hingga Juni 2020, semua jenis BBM yang dijual Pertamina, Shell, Total, AKR dan Vivo tidak pernah diturunkan. Padahal selama ini, berdasarkan formula harga yang ditetapkan pemerintah, terutama untuk BBM jenis umum, harga BBM selalu berubah sesuai fluktusasi harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Kerugian Konsumen BBM

Seperti diketahui, formula harga BBM merujuk harga BBM di Singapore (Mean of Platts Singapore, MOPS) atau Argus periode tanggal 25 pada 2 bulan sebelumnya, sampai dengan tanggal 24 satu bulan sebelumnya, untuk penetapan harga BBM bulan berjalan. Misalnya sesuai Kepmen ESDM No.62K/2020, formula harga jenis Bensin di bawah RON 95, Bensin RON 98, dan Minyak Solar CN 51, adalah: MOPS atau Argus + Rp 1800/liter + Margin (10% dari harga dasar). 

Diterangkan Marwan, sesuai dengan formula di atas, berdasarkan nilai MOPS rata-rata 25 Februari sampai dengan 24 Maret 2020 dan kurs USD 15.300, maka diperoleh harga BBM bulan April 2020 untuk jenis Pertamax RON 92 adalah sekitar Rp 5500 dan Pertalite RON 90 sekitar Rp 5250 per liter. 

"Faktanya harga resmi BBM yang dijual di berbagai SPBU adalah Rp 9000 (Pertamax) dan Rp 7650 (Pertalite) per liter. Dengan demikian, jika dibanding harga sesuai formula, maka konsumen BBM Pertamax membayar lebih mahal sekitar Rp 3000 per liter," geram Marwan. Hal yang sama terjadi untuk BBM Tertentu (Solar) dan BBM Khusus Penugasan (Premium), dengan nilai kemahalan sekitar Rp 1250-1500 per liter. Untuk semua jenis BBM rerata nilai kemahalan diperkirakan Rp 2000 per liter. 

Untuk bulan Mei dan Juni 2020, lanjut Marwan, Pemerintah tetap mempertahankan harga BBM, tanpa ada penurunan. Akibatnya, konsumen BBM kembali membeli BBM dengan harga lebih mahal dibanding harga sesuai formula Kepmen ESDM. "Secara keseluruhan, berdasarkan perhitungan yang kami lakukan, untuk periode April 2020 hingga Juni 2020, konsumen BBM diperkirakan membayar lebih mahal minimal sekitar Rp 18 triliun," ungkapnya. 

Pelanggaran Aturan

Dirut Pertamina Nicke Widyawati (21/4/2020) dan Menteri ESDM Arifin Tasrif (4/5/2020) pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR memang telah menjelaskan berbagai alasan mengapa harga BBM tak kunjung diturunkan. "Alasan tersebut bisa saja sebagian relevan atau dapat dimaklumi rakyat. Namun alasan tersebut tetap harus mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.

Faktanya, sambung Marwan, Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan terkait harga jual BBM, yaitu dua Peraturan Presiden, serta puluhan Permen ESDM dan Kepmen ESDM, yang terbit 2104 – 2020. Perpres dimaksud adalah: No.191/2014 dan No.43/2018. Sedang Permen turunan Perpres adalah No.39/2014, No.4/2015, No.39/2015, No.27/2016, No.21/2018, No.34/2018 dan No.40/2018. Sedangkan Kepmen ESDM terkait adalah: No.19K/2019, No.62K/2019, No.187/2019, No.62K/2020 dan No.83K/2020. Semua aturan tersebut merujuk pada UU Migas No.22/2001 dan PP No.36/2004  tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas. 

"Selama ini, terutama sejak pemerintahan Presiden Jokowi di 2014, harga BBM secara rutin berubah sesuai peraturan dan formula harga yang ditetapkan pemerintah. Jika formula harga BBM untuk bulan April, Mei dan Juni 2020 tidak diterapkan, walaupun Menteri ESDM dan Dirut Pertamina memiliki berbagai macam alasan, maka hal tersebut tetap saja merupakan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku," terangnya. 

Pihak KMPHB pun menganggap Pemerintah dan badan usaha (Pertamina, Shell, Total, BP, Exxon, Vivo, dan lain-lain) terlihat nyata telah melanggar peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, yaitu berbagai peraturan harga jual eceran BBM seperti disebutkan sebelumnya. "Pelanggaran tersebut merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang telah merugikan rakyat, dan harus dipertanggungjawabkan!" tegas Marwan. 

Kondisi keuangan Pertamina

KMPHB memang menilai selama ini Pertamina telah terbebani berbagai kebijakan Pemerintah yang membuat kondisi keuangannya bermasalah. Kebijakan dimaksud antara lain adalah pembebanan biaya subsidi energi yang seharusnya ditanggung pemerintah/APBN, pembayaran signature bonus yang inkonstitusional, pembelian crude domestik dengan harga lebih mahal, inefisiensi pembelian blok-blok migas, dan lain-lain. 

Beban keuangan akibat kebijakan pemerintah di atas telah membuat Pertamina harus menerbitkan surat hutang bernilai miliaran dollar AS, dan karenanya menanggung beban bunga yang besar. Hal ini membuat kondisi keuangan Pertamina menjadi bermasalah dan terancam gagal bayar. 

"Namun begitu, dalam rangka menyelamatkan keuangan Pertamina, bukan berarti konsumen BBM harus ikut menanggung melalui harga BBM yang tidak kunjung diturunkan. Kami tetap menuntut agar pemerintah yang diduga menyalahgunakan wewenang dan yang melanggar hukumlah yang harus bertanggungjawab," pungkas Marwan. RH




KMPHB Desak Pemerintah Turunkan Harga BBM dan Ganti Rugi Rp 13,75 Triliun KMPHB Desak Pemerintah Turunkan Harga BBM dan Ganti Rugi Rp 13,75 Triliun Reviewed by OG Indonesia on Rabu, Juni 10, 2020 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.