Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kegiatan Migas di Indonesia


Oleh:  Dr. Tri Muji Susantoro, S.T., M.Sc. (Peneliti Badan Litbang ESDM)


Penurunan produksi migas menjadi masalah serius di Indonesia. Usaha pemeliharaan lapangan produksi, dan eksplorasi untuk mendapatkan penemuan baru diharapkan menjadi kunci utama dalam menahan laju penurunan produksi.  Harapan terhadap eksplorasi migas semakin sulit dengan penurunan harga migas yang mencapai titik terendah. Padahal industri migas merupakan industri yang padat modal, teknologi tinggi dan resiko yang tinggi. Hal ini menyebabkan kegiatan eksplorasi migas menjadi berkurang. Implikasinya adalah semakin sedikitnya penemuan cadangan baru. 

Menyiasati harga migas yang semakin menurun, maka diperlukan alternatif teknologi yang murah untuk tetap mengoptimalkan kegiatan eksplorasi. Eksplorasi yang dimulai dengan pencarian karakteristik pada permukaan bumi yang menggambarkan lokasi sumber daya migas. Pemetaan kondisi permukaan bumi diawali dengan pemetaan umum (reconnaissance), dan apabila ada indikasi tersimpannya migas, dimulailah pemetaan detil. Kedua pemetaan ini membutuhkan kerja validasi lapangan yang dapat didukung dengan teknologi penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh tersebut mempunyai keandalan untuk merekam kondisi permukaan bumi melalui gelombang elektromagnetik yang direpresentasikan dengan nilai digital sehingga dapat memberikan gambaran mengenai fenomena-fenomena yang ada. Pandangan sinoptik secara regional dari penginderaan jauh memberikan perspektif yang memudahkan pengamatan daripada data titik ketika melakukan survei lapangan. 

Mengingat pentingnya pemanfaatan teknologi penginderaan jauh pada kegiatan migas, maka Pemerintah mengeluarkan regulasi berdasarkan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 1519 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengawasan dan Pemantauan Kegiatan Pertambangan dan Energi. Selain itu teknologi penginderaan jauh juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan rona awal lingkungan dalam rangka pemetaan land use dan land cover, kajian lingkungan dan pemetaan geologi pada wilayah kerja migas sebelum aktivitas eksplorasi dilakukan. 

Potensi pemanfaatan penginderaan jauh diawali dengan pemetaan geologi permukaan yang dapat memberikan gambaran keberadaan batuan dan struktur geologi pada suatu wilayah yang dikaji. Teknik ini mampu mempersempit rencana target akuisisi seismik sehingga biaya lebih murah. Selain itu metode penginderaan jauh mampu untuk mengidentifikasi penyebaran singkapan batuan dan merekonstruksi struktur geologi permukaan. Overlay dengan data sub-surface regional seperti peta gaya berat (gravity), peta heatflow (alir bahang) dan ketebalan sedimen dapat meningkatkan pemahaman tentang geologi perminyakan pada wilayah yang dikaji. 

Analisis lebih lanjut hasil interpretasi geologi dilakukan untuk melokalisir potensi-potensi keberadaan migas di bawah permukaan bumi. Integrasi berbagai metode pengolahan data penginderaan jauh dimungkinkan untuk dapat memberikan informasi lokasi yang merupakan perangkap migas. Metode-metode yang dapat digunakan untuk mendukung eksplorasi migas tersebut antara lain: anomali topografi untuk mendeteksi adanya potensi perangkap struktur, indeks vegetasi untuk mendeteksi tingkat cekaman vegetasi akibat adanya rembesan migas di bawahnya, anomali mineral untuk mendeteksi adanya rembesan migas sehingga terjadi proses oksidasi dan reduksi yang menyebabkan terjadinya pengkayaan mineral tertentu dan bleaching red bed, anomali oksida besi, dan perubahan thermal dipermukaan sebagai dampak adanya migas di bawahnya. 

Eksplorasi migas melalui analisis perubahan thermal dapat dilakukan untuk mengidentifikasi potensi keberadaan gas biogenik, prospek migas dan keberadaan sesar. Keberadaan gas biogenik dapat ditunjukkan dengan adanya rembesan mikro yang menyebabkan kondisi temperatur lebih dingin dibandingkan dengan kondisi disekitarnya. Namun pengukuran emisi metan cenderung lebih tinggi. Lapangan migas termogenik secara umum menunjukkan suhu lebih tinggi dibandingkan dengan di sekitarnya. Demikian juga thermal inertia yang dihasilkan. Keberadaan sesar menunjukkan hal yang relatif sama dengan lapangan migas. Temperatur di atas permukaan sesar secara umum menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di sekitarnya. 

Deteksi rembesan migas menggunakan teknologi penginderaan jauh dapat dilakukan secara langsung menggunakan panjang gelombang 3.200 – 3.400 nm yaitu untuk mendeteksi adanya rembesan metana (CH4), propana (C3H8), dan benzena (C6H6), panjang gelombang 10.000- 12.000 nm untuk mendeteksi adanya rembesan etilen (C2H4), serta sulphur Hexafluoride (SF6). Beberapa penelitian menunjukkan hampir semua lapangan migas mempunyai kecenderungan mengalami rembesan migas secara mikro dan kondisi ini mengakibatkan lapangan migas merupakan sumber emisi terbesar kedua setelah wetland. Hasil pengukuran pada 563 lokasi di Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan emisi global yang dihasilkan dapat mencapai lebih dari 10 Tg (1 juta ton). 

Kemampuan penginderaan jauh untuk mengidentifikasi adanya rembesan dapat juga dilakukan di wilayah offshore dengan memanfaatkan data penginderaan jauh sistem radar. Data ini mampu membedakan antara kebocoran minyak dari kapal, fasilitas migas dan kebocoran non alam lainnya. Rembesan migas di offshore dapat juga dimanfaatkan untuk eksplorasi migas dengan menggunakan data multiwaktu. Hasilnya menunjukkan bahwa rembesan migas yang bersifat menerus dan dengan didukung data geologi, data gravity dan anomali geofisika dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi prospek migas yang ada di lokasi tersebut. 

Potensi pemanfaatan teknologi penginderaan jauh tidak hanya untuk kegiatan eksplorasi, namun dapat juga untuk semua aktivitas migas dari eksplorasi sampai tahap reklamasi. Secara umum pemanfaatan teknologi ini dibedakan beberapa tahap, yakni tahap pencarian wilayah kerja migas baru, tahap pengembangan, tahap eksploitasi dan tahap terminasi.

Pertama, tahap pencarian wilayah kerja migas baru digunakan untuk pemetaan geologi, pemetaan dan deteksi rembesan migas, pemetaan infrastruktur dan logistic support, pemetaan tata guna dan tutupan lahan, dan potensi area migas. 

Kedua, tahap wilayah kerja migas baru digunakan untuk pemetaan geologi detil, perencanaan seismik dan pemboran eksplorasi, kajian rona awal lingkungan,  kajian anomali permukaan untuk mengidentifikasi potensi keberadaan migas, logistic support, infrastruktur dan analisis cut & fill. 

Ketiga, tahap pengembangan digunakan untuk perencanaan dan pengembangan rencana infrastruktur penunjang, penentuan posisi rencana sumur, pemetaan tata guna dan tutupan lahan dan perhitungan ganti untung lahan, perencanaan jalur pipa, dan analisis cut dan fil. 

Keempat, tahap eksploitasi digunakan untuk pemetaan potensi deformasi lapangan migas, analisis kebocoran migas pada jalur pipa, emisi hidrokarbon, perubahan tata guna dan tutupan lahan akibat aktivitas migas, dan identifikasi lokasi untuk penambahan fasilitas migas. 

Kelima, tahap terminasi dapat digunakan untuk perencanaan reklamasi dan monitoringnya, pemetaan platform migas di offshore, pemetaan batimetri, perencanaan program decommisioning dan analisis dan pemetaan tata guna lahan dan tutupannya. 

PPPTMGB ”LEMIGAS” sebagai lembaga penelitian dan pengembangan terus aktif memanfaatkan teknologi penginderaan jauh untuk kegiatan migas. Berbagai kegiatan penelitian telah dilakukan untuk mengaplikasikan teknologi tersebut. Pada awalnya teknologi penginderaan jauh dimanfaatkan untuk pemetaan geologi dan logistic support, kemudian berkembang ke arah pemetaan anomali permukaan dan teknologi drone. 

Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kegiatan Migas di Indonesia Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Kegiatan Migas di Indonesia Reviewed by OG Indonesia on Rabu, Juni 24, 2020 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.