Dari Cipulir B40 Siap Bergulir

Pemanfaatan biodiesel pada campuran BBM jenis Solar kini
tengah diuji secara teknis dengan kadar biodiesel 40% (B40).
Foto: Ridwan Harahap

Jakarta, OG Indonesia – Bagian belakang gedung tiga lantai itu terlihat lengang ketika kita berjalan di sepanjang koridor yang cukup luas di bagian tengahnya. Namun jika menengok ke kanan dan ke kiri, lalu melongok ke dalam ruang-ruang yang ada, maka akan tampak aktivitas para peneliti dari laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) LEMIGAS yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM). Mereka tengah melakukan uji teknis terhadap campuran biodiesel 40% (B40) saat digunakan pada mesin kendaraan, sebelum diaplikasikan secara luas di tengah masyarakat.

“Ada sekitar sepuluh orang (peneliti) kalau dari LEMIGAS-nya,” ucap Dadan Kusdiana, Kepala Balitbang ESDM ketika mengantar para jurnalis, termasuk OG Indonesia, berkeliling laboratorium yang berada di Gedung Aplikasi, Komplek Balitbang ESDM di kawasan Cipulir, Jakarta Selatan, pada Rabu (26/8/2020). 

Setelah bergulirnya implementasi B30 di masyarakat pada 1 Januari 2020 lalu, kajian B40 bahkan B50 memang langsung dilakukan sejak awal tahun ini. Di mana tim peneliti PPPTMGB LEMIGAS melakukan uji teknis B40 di komplek Balitbang ESDM di Cipulir yang memiliki luas 13 hektare dan memiliki lebih dari 60 fasilitas laboratorium.

Kajian teknis tersebut penting dilakukan untuk mendapatkan data teknis terkait keandalan B40 untuk digunakan pada kendaraan bermesin diesel. Seperti diketahui, inisiatif mencampur bahan bakar nabati (BBN) dari kelapa sawit atau biodiesel dengan BBM jenis Solar sudah dimulai sejak tahun 2008. Kemudian pada tahun 2016 mandatori pemanfaatan B20 atau campuran 20% biodiesel dengan 80% Solar mulai berjalan, dan dilanjutkan dengan penerapan B30 sejak awal tahun ini. 

Presiden Joko Widodo pada saat meresmikan penerapan B30 akhir tahun lalu mengatakan bahwa dengan sumber daya kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia punya sumber BBN yang besar untuk menggantikan BBM jenis Solar. Semakin besar pemanfaatan biodiesel yang bisa diproduksi sendiri di dalam negeri tentunya akan kian mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM yang saat ini masih cukup tinggi dan menguras devisa negara.

Diterangkan Dadan Kusdiana, saat ini PPPTMGB LEMIGAS sudah dalam tahap melakukan engine test bench atau uji ketahanan biodiesel 40% pada mesin kendaraan. Ada dua formula biodiesel yang diuji. Formula 1 adalah campuran 60% Solar dengan 40% Fatty Acid Methyl Esther (FAME) murni. Sedangkan Formula 2 merupakan campuran 60% Solar dengan 30% FAME plus 10% Distillated Fatty Acid Methyl Esther (DPME).

Sampai dengan 25 Agustus 2020, dari target uji ketahanan yang akan berlangsung selama 1.000 jam tersebut, sudah dilalui sekitar 370 jam untuk Formula 1 dan 615 jam untuk Formula 2. “Seribu jam itu kalau kecepatannya 50-60 kilometer per jam, maka sekitar 50-60 ribu kilometer ekuivalen untuk uji ketahanannya,” terang Dadan. Dia pun mengingatkan bahwa dulu saat menguji ketahanan B20 dan B30 hanya dilakukan sekitar 40.000 kilometer.


Uji ketahanan B40 pada mesin kendaraan dilakukan selama
1.000 jam dan dipantau terus dari Engine Test Bench Room.
Foto: Ridwan Harahap
Uji ketahanan B40 sendiri akan dilakukan selama 50 hari dengan rata-rata uji pada mesin kendaraan sekitar 20 jam per hari. Kinerja B40 pada dua mesin kendaraan tersebut akan dipantau serta dicatat secara real time oleh tim PPPTMGB LEMIGAS dari Engine Test Bench Room. “Untuk sementara kita tidak akan melakukan uji jalan di jalan raya, kan agak sulit ya dan takut keluar (karena pandemi COVID-19), jadi kita mencari cara yang lain,” ujarnya. Dadan menjelaskan, uji ketahanan B40 dengan metode engine test bench sendiri sudah didukung serta diakui oleh pihak Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO).

Sebelum uji ketahanan B40 pada mesin kendaraan dilakukan, tim PPPTMGB LEMIGAS telah melakukan pengujian karakteristik fisika-kimia formulasi bahan bakar B40 serta pengujian kinerja terbatas formulasi bahan bakar B40, yang hasilnya merekomendasikan dua formula B40 tadi dibawa kepada tahap uji ketahanan di mesin kendaraan. Selanjutnya akan dilakukan kegiatan pengambilan dan pengujian sampel pelumas per 250 jam, dan persiapan serta pelaksanaan uji presipitasi dan stabilitas penyimpanan. “Akan selesai akhir tahun ini, mungkin November kita sudah bisa mulai melakukan analisa lengkap dari semua,” ungkap Dadan.

Sylvia Ayu Bethari, Ketua Tim Kegiatan Pengkajian B40, dalam kesempatan yang sama menerangkan dengan potensi 14 juta hektare kebun kelapa sawit maka Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan biodiesel terutama untuk bahan bakar kendaraan. Namun salah satu tantangan teknis dari pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar, jelas Sylvia, adalah sifat biodiesel yang higroskopis atau mudah menyerap air. Sementara air merupakan kontaminan atau unsur yang tidak dikehendaki dalam kinerja bahan bakar. “Salah satu siasat untuk menahan peningkatan kadar air itu dengan penambahan DPME yang merupakan biodiesel yang didestilasi ulang sehingga kadar airnya jauh lebih rendah,” terang Sylvia.

Berdasarkan temuan tim PPPMGB LEMIGAS, pada proses pencampuran B30 yang dilalui didapati kandungan air sekitar 189,4 ppm (part per million). Sementara pada B40 ditemukan kandungan air sebanyak 194,4 ppm. Sedangkan pada B40 dengan formulasi B30 plus DPME 10%, kadar airnya turun menjadi 166,3 ppm.

Hal serupa juga ditemukan pada nilai kalori yang terkait dengan proses pembakaran di dalam mesin. Pada B30 nilai kalori yang diperoleh sekitar 43,76 MJ/kg, lalu turun menjadi 42,65 MJ/kg pada B40. Tetapi ketika B30 dicampur dengan DPME 10% untuk menjadi B40, kalori yang didapat naik kembali menjadi 43,16 MJ/kg. “Jadi secara karakteristik fisika-kimia, penambahan DPME memperbaiki kualitas,” urai Sylvia. Kendati demikian, rekomendasi teknis penggunaan bahan bakar B40 untuk diterapkan pada kendaraan bermesin diesel tentunya masih harus menunggu rampungnya seluruh rangkaian uji teknis B40 yang sudah dijadwalkan.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengapresiasi uji teknis B40 yang dilakukan Balitbang ESDM. “Sejak dahulu sewaktu mulai B5, kita telah mengadakan uji performa dan uji jalan. Kemudian persentase terus bertambah sampai saat ini B30, kita mengadakan uji yang sangat ketat. Tentunya B40 juga demikian dengan melibatkan semua pemangku kepentingan,” tutur Paulus saat dihubungi.

Dadan Kusdiana, Kepala Balitbang ESDM.
Foto: Ridwan Harahap
Ditambahkan Dadan Kusdiana, Balitbang ESDM memang menggandeng banyak pihak dalam uji teknis pemanfaatan B40 ini. Antara lain dengan melibatkan ITB, BPPT, Aprobi, IKABI (Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia), hingga GAIKINDO. “Mereka terlibat pada saat diskusi terkait cara mengukurnya, terkait bagaimana cara menguji ketahanannya. Mereka juga mengawasi, witnessing datang ke sini melihat apa yang kita lakukan,” ujarnya. “Kita ingin uji coba ini tidak ujug-ujug ada hasilnya, jadi sejak persiapan selalu dilibatkan semua pihak yang terkait,” tegas Dadan. (Ridwan Harahap)

Dari Cipulir B40 Siap Bergulir Dari Cipulir B40 Siap Bergulir Reviewed by OG Indonesia on Kamis, Agustus 27, 2020 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.