Solar Langka, Mantan Presiden FSPPB: Kenapa Selalu Pertamina yang Disalahkan?


Jakarta, OG Indonesia --
Kelangkaan bahan bakar minyak jenis Solar yang terjadi di sebagian wilayah Sumatera dan Jawa beberapa waktu belakangan ini sempat memunculkan kegusaran di tengah masyarakat. Bahkan Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi pun sampai memanggil pejabat Pertamina di daerahnya untuk menjelaskan persoalan ini. 

Kelangkaan Solar ini juga mendapat sorotan dari Pengamat Energi yang juga mantan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Ugan Gandar. Menurutnya, kelangkaan Solar yang terjadi bukan kesalahan dari Pertamina dalam memproduksi atau melakukan pengadaan Solar. 

Akan tetapi, hal ini terjadi karena terkait dengan permasalahan kuota. Dijelaskan olehnya, kuota BBM yang diputuskan oleh BPH Migas tidak sesuai dengan keadaan permintaan BBM yang ada di lapangan. "Kenapa kalau terjadi kegaduhan kelangkaan semacam ini Pertamina-Patra Niaga yang selalu disalahkan?" kata Ugan kepada media di Jakarta, Selasa (2/11/2021). 

Bagi Ugan, Pertamina hanya mendapat penugasan dari pemerintah sebagai operator untuk mendistribuskani BBM ke seluruh pelosok tanah air sesuai dengan Perpres No. 69 Tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Sedangkan kuota untuk BBM sebenarnya ditentukan oleh BPH Migas, sehingga berapa pun kuota yang diputuskan oleh BPH Migas tentu akan dipenuhi oleh Pertamina dan Patra Niaga. 

“Saya sebagai mantan orang Pertamina paham betul cara kerja dari orang Pertamina bahwa Pertamina itu mendapat penugasan sebagai operator. Jadi berapapun yang diputuskan oleh BPH Migas harus dipenuhi. Nah itu adalah loyalitas Pertamina terhadap pemerintah. Ketika itu diputuskan, misalkan 1 juta ton untuk satu tahun, maka Pertamina harus menjalankan perintah itu. Siapkan 1 juta ton. Namun jika kemudian ternyata BPH Migas yang menentukan kuota ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan, ya jangan Pertamina yang disalahkan,” paparnya.

Dari kelangkaan Solar yang terjadi, menurut Ugan ada kemungkinan kuota yang ditentukan oleh BPH Migas meleset dari kebutuhan di lapangan. “Saya yakin kuota yang diputuskan BPH Migas tidak sesuai dengan keadaan di lapangan. Mungkin salah satu alasan dari BPH MIgas untuk menentukan 15 juta kilo liter itu karena adanya PPKM. Sehingga dianggap sampai akhir Desember itu jika diteruskan PPKM maka akan cukup 15 juta kilo liter. Tapi nyatanya, ketika bulan Oktober PPKM dibuka maka ada lonjakan konsumen. Akibatnya, ketika ingin memenuhi semua kebutuhan tentunya kuota yang ada tidak sampai di ujung Desember,” ujar Ugan.

Untuk mengatasi masalah kelangkaan Solar tersebut, BPH Migas kemudian memutuskan untuk melakukan relaksasi dengan mengalihkan kuota Solar dari wilayah lain yang masih memiliki kuota untuk menutup kekurangan Solar di wilayah lain yang sudah kehabisan kuota. Namun menurut Ugan upaya relaksasi itu tidak akan banyak membantu sebab nanti wilayah-wilayah yang membantu menutup kekurangan Solar pada akhirnya akan kekurangan kuota juga.

Menurut Ugan masalah kelangkaan Solar juga dipengaruhi disparitas harga Solar subsidi dan non subsidi yang terlalu lebar. “Kalau terlalu lebar, misalnya harga industri Rp11.000 dan harga subsidi Rp7.000, maka tentunya orang-orang yang berada di industri akan berusaha membeli Solar murah yang haknya rakyat. Jadi, jangan kaget kalau kelangkaan-kelangkaan itu terjadi di daerah-daerah industri," ungkapnya.

Dia pun khawatir masalah kelangkaan Solar ini jadi upaya untuk pengecilan atau pengebirian terhadap kemampuan Pertamina dan Patra Niaga yang dilakukan oleh invisible hand. “Yang pertama Pertamina tidak boleh pegang uang, yang kedua disparitas harga terlalu lebar, yang ketiga adalah pembatasan kuota. Ini jika disparitas terlalu lebar, orang industri ambil yang subsidi, maka yang terjadi adalah kelangkaan Solar seperti saat ini, kemudian akan ada yang dioplos. Maka yang akan rusak nama Pertamina," urainya.

"Kemudian soal kuota. Diputuskan kuota 15 juta kiloliter, tetapi kenyataan pada bulan Oktober atau November habis, maka di bulan Desember akan terjadi kelangkaan. Ketika terjadi kelangkaan Solar itu maka nama yang jelek sudah pasti Pertamina atau Patra Niaga. Kenapa tidak ada yang pernah menyalahkan BPH Migas, kenapa?” tanya Ugan.

Karena itu Ugan mempertanyakan lebih lanjut tentang keberadaan BPH Migas, apakah masih dibutuhkan? "Bila kuota ditentukan oleh BPH Migas, mestinya kelangkaan seperti yang terjadi saat ini menjadi tanggung jawab BPH Migas karena mereka yang menghitung kuotanya. Pertanyaannya, masih perlukah BPH Migas dipertahankan?" tanya Ugan kembali. R3

Solar Langka, Mantan Presiden FSPPB: Kenapa Selalu Pertamina yang Disalahkan? Solar Langka, Mantan Presiden FSPPB: Kenapa Selalu Pertamina yang Disalahkan? Reviewed by Ridwan Harahap on Selasa, November 02, 2021 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.