Harga Gas Bumi Mahal, INGTA: Tingginya Toll Fee Pipa Open Access Jadi Pemicu


Jakarta, OG Indonesia --
Tingginya 
biaya pengangkutan (toll fee) di beberapa ruas pipa open access ditengarai menjadi salah satu pemicu tingginya harga gas bumi. Padahal kebanyakan ruas pipa gas bumi saat ini telah dibangun dan beroperasi sejak lama serta telah melewati masa depresiasinya. Hal tersebut disampaikan Eddy Asmanto, Ketua Asosiasi Perdagangan Gas Alam Indonesia atau Indonesian Natural Gas Trader Association (INGTA).

“Apabila mengikuti formula toll fee dari BPH MIgas, seharusnya fee tersebut jauh lebih kecil,” ucap Eddy dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait Harmonisasi Peraturan Perundangan Gas Bumi (HPPGB) di Bali, Kamis (24/3/2022) lalu.

Ditambah lagi, menurut Eddy, masih ada lagi beberapa biaya tambahan di luar toll fee yang seharusnya sudah menjadi bagian dari toll fee tersebut, seperti biaya sewa lahan yang dipatok sangat tinggi berdasarkan nilai NJOP lahan.

“Padahal jika mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh DJKN, tarif pokok sewa BMN (Barang Milik Negara) berupa tanah dan/atau bangunan merupakan nilai wajar atas sewa, sehingga apabila dibandingkan, sangat jauh dengan tarif sewa lahan yang dipatok oleh BUMN hingga sampai 60 persen per tahun dari harga NJOP. Ditambah lagi, adanya biaya Operational & Maintenance, discrepancy dan sebagainya yang juga ditagihkan terpisah dari toll fee,” beber Eddy.

FGD yang digelar oleh INGTA yang menaungi Badan Usaha Trader Gas di Indonesia, menurut Eddy bertujuan untuk fokus membahas beberapa peraturan perundangan yang terkait dengan kegiatan usaha niaga dan pengangkutan gas bumi. Pihaknya melihat ada beberapa peraturan perundangan yang tumpang tindih. Contohnya Permen ESDM No.06/2016, di mana salah satu isinya adalah melarang terjadinya trading bertingkat karena disinyalir menjadi salah satu penyebab tingginya harga jual gas bumi yang dibeli oleh konsumen akhir.

“Sementara pada Permen ESDM No.58/2017, harga jual gas bumi diatur dan dibatasi oleh pemerintah melalui formula harga tertentu, di mana biaya niaga gas dibatasi sebesar 7 persen dari harga gas hulu, ditambah 11 persen IRR pengembalian investasi,” ujar Eddy. “Hal tersebut menjadi tumpang tindih karena tujuan untuk mengurangi harga gas sudah dapat diwujudkan dari Permen No.58/2017 tersebut meskipun trading bertingkat tetap diperbolehkan,” sambungnya.

Lebih jauh ia mengatakan, trading bertingkat sebenarnya masih diperlukan di antara para trader guna mengatasi kesulitan dalam penyaluran gas bumi, karena semakin sulitnya mendapatkan pasokan, kesiapan dalam penyaluran gas, dinamika konsumen akhir, serta optimalisasi infrastruktur yang sudah ada saat ini. “Tentunya hal ini harus dibatasi dengan beberapa ketentuan seperti kewajiban para trader untuk memiliki fasilitas penyaluran gas bumi sendiri,” terangnya.

Terkait dengan Permen ESDM No.06/2016, lanjut dia, pada Permen tersebut juga diatur mengenai alokasi gas bumi kepada BUMN, BUMD dan Badan Usaha Swasta. “Hal ini tumpang tindih dengan Permen ESDM No.04/2018 yang mengatur alokasi Gas Bumi melalui mekanisme lelang Wilayah Jaringan Distribusi (WJG) dan Wilayah Niaga Tertentu (WNT),” katanya seraya menambahkan bahwa pada FGD tersebut juga dibahas mengenai aturan PBPH No.34 yang dianggap masih perlu disesuaikan dengan kondisi sekarang.

Acara FGD itu sendiri dihadiri oleh seluruh anggota INGTA yang bertujuan agar tumpang tindih peraturan bisa segera ditindaklanjuti oleh pihak terkait sehingga bisa segera memperbaiki carut marut usaha niaga gas yang semakin terpukul beberapa tahun terakhir dengan banyak terbitnya aturan-aturan yang mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan usaha seperti pasokan gas, transportasi gas, harga gas dan lain-lain. RH

Harga Gas Bumi Mahal, INGTA: Tingginya Toll Fee Pipa Open Access Jadi Pemicu Harga Gas Bumi Mahal, INGTA: Tingginya Toll Fee Pipa Open Access Jadi Pemicu Reviewed by Ridwan Harahap on Rabu, Maret 30, 2022 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.