Oleh: Dr. Ardian Nengkoda (Dewan Pakar IATMI dan Komunitas Migas Indonesia/KMI)
Laporan Global Status of CCS 2025 baru-baru ini menunjukkan bahwa teknologi CCS terus berkembang dan menorehkan kemajuan signifikan di berbagai tahapan proyek, meskipun dunia secara umum masih dalam tekanan geopolitik dan makroekonomi. Jumlah fasilitas yang sudah beroperasi meningkat tajam dan proyek CCS kini tersebar di berbagai sektor industri yang sebelumnya sulit didekarbonisasi.
Data terakhir dari Global CCS Institute di bulan Oktober 2025, menunjukkan bahwa fasilitas CCS yang sudah beroperasi di seluruh dunia, naik 54% dibandingkan tahun sebelumnya, meningkat dari 50 menjadi 77 fasilitas. Sedangkan 47 proyek sedang dalam konstruksi, dengan kapasitas tangkapan CO₂ kumulatif sekitar 44 Mtpa.
Secara keseluruhan, 610 proyek CCS global berada di berbagai tahap pengembangan dengan kapasitas total mencapai sekitar 513 Mtpa. Laporan ini menunjukkan bahwa tren pertumbuhan CCS konsisten (structural acceleration) sejak tiga tahun terakhir, dengan kapasitas proyek yang terus meningkat baik dalam operasional, konstruksi, maupun tahap pengembangan. Sebagai perbandingan, kapasitas CCS global yang telah benar-benar beroperasi pada awal 2010-an masih berada di bawah 30 Mtpa.
Pertanyaan menariknya adalah, mengapa data ini melonjak tajam? Apakah lonjakan ini menandakan bahwa CCS telah berkembang dari solusi “niche” menjadi solusi yang powerful dalam strategi dekarbonisasi industri? khususnya pada sektor yang sulit diturunkan emisinya (hard-to-abate sectors) seperti semen, baja, petrokimia, pupuk, dan pembangkit listrik berbasis fosil?
Bagaimana membuat proyek CCS ekonomis?
Analitik Pertumbuhan dan Proyeksi Global
Berdasarkan data tren Final Investment Decision (FID) dari beberapa proyek CCS ditambah progres kebijakan karbon yang telah disahkan di berbagai negara, analisis memproyeksikan bahwa kapasitas CCS global berpotensi melampaui 1 GtCO₂ per tahun pada 2030.
Untuk mencapai target net-zero 2050, kapasitas CCS global diperkirakan perlu mencapai sekitar 5–7 GtCO₂ per tahun, terutama untuk mengimbangi emisi dari industri berat dan produksi bahan bakar sintetis. Sampai akhir 2025 ini, proyek CCS yang ada baru mencakup sekitar 10–15% saja sehingga ruang pertumbuhan masih sangat besar.
Mengapa Proyek CCS Terus Menarik dan Tumbuh?
Data menunjukkan bahwa proyek CCS di Amerika Utara (Amerika & Kanada) memimpin sejumlah proyek CCS, didorong oleh insentif fiskal kuat seperti 45Q tax credit. Sementara Eropa fokus pada pengembangan CCS hub and cluster lintas negara Norwegia, Inggris, dan Belanda. Sementara itu Asia-Pasifik termasuk Cina, India, Jepang, Australia dan Asia Tenggara menjadi kawasan dengan potensi pertumbuhan tercepat, terutama karena kebutuhan industri besar dan ketersediaan reservoir geologi.
Setidaknya ada 3 penyebab utama mengapa proyek CCS ini berkembang, yaitu:
1. Kebijakan dan Regulasi Pemerintah terkait yang Semakin Kuat
Negara-negara seperti di atas berhasil mengadopsi CCS sebagai bagian dari kebijakan iklim, termasuk kebijakan target net-zero, skema harga karbon (ETS, carbon tax) serta pengakuan CCS dalam taksonomi hijau dan mekanisme pembiayaan iklim. Kepastian akan regulasi ini mengurangi risiko jangka panjang dan meningkatkan bankability proyek CCS.
2. Realitas Ketersediaan Teknologi Transisi Energi
Beberapa analisis energi global menemukan fakta bahwa melakukan 100% elektrifikasi dan menghentikan migas adalah tidak realistis untuk semua sektor. CCS menjadi satu-satunya opsi teknis yang layak untuk mengurangi Emisi proses (process emissions), Produksi hidrogen biru dan Negative emissions (BECCS, DACCS)
3. Model Bisnis Baru: Beyond conventional economic
Fakta sejauh ini membuktikan bahwa proyek CCS tidak lagi dapat berdiri sendiri, tetapi terintegrasi dalam CCS hub & cluster, CO₂ transport & storage as a service dan Cross-border CO₂ storage. Model baru ini mampu menurunkan CAPEX per proyek dan meningkatkan skala ekonomi. Di beberapa negara, industri semen, baja, dan kimia, CCS bukan lagi sebagai pilihan tambahan, tetapi prasyarat untuk mendapatkan izin operasi.
Pelajaran dari Proyek CCS dan Tantangannya
Sejauh ini, proyek CCS Northern Lights Norwegia menjadi proof of concept CCS lintas negara yang paling berhasil. Pada tahun 2025, CO₂ telah berhasil diinjeksi ke reservoir bawah laut North Sea. Northern Lights menunjukkan bahwa: Transport CO₂ lintas negara itu bisa memungkinkan, Penyimpanan geologi bisa aman dan terverifikasi, dan CCS dapat beroperasi sebagai layanan komersial (service) yang menguntungkan.
CCS di Norwegia berhasil berkembang dan ekspansi ke Sektor Non-Migas, seperti pabrik semen (Heidelberg Materials, Holcim), baja (ArcelorMittal), kimia dan industri lainnya.
Namun demikian, secara umum, ada beberapa tantangan teknis seperti: biaya dan kompleksitas teknologi, CAPEX tinggi (capture unit, compression, pipeline, injection well), CCS membutuhkan tambahan energi (energy penalty), Infrastruktur CO₂ belum matang, Pipeline CO₂ masih terbatas, Fasilitas penyimpanan (storage site) butuh waktu eksplorasi panjang, Monitoring jangka panjang (MMV: Monitoring, Measurement & Verification), Risiko teknis jangka panjang, Integritas sumur injeksi, Potensi migrasi CO₂ bawah tanah
Sementara itu, tantangan Non-Teknis adalah justru yang paling besar. Seperti: Regulasi dan kepastian hukum, Model bisnis & pembiayaan (Harga karbon, Insentif fiskal dan Kontrak jangka panjang, serta Persepsi publik dan sosial, seperti kekhawatiran kebocoran penyimpanan CO₂, adanya anggapan bahwa CCS memperpanjang umur fosil serta kurangnya literasi publik tentang keselamatan CCS (safety aspect).
Status dan Prospek CCS di Indonesia
Indonesia memiliki potensi penyimpanan CO₂ sangat besar, diperkirakan sekitar 400–600 gigaton CO₂, terutama di Lapangan dan reservoir migas tua (depleted mature reservoir) dan Akuifer asin dalam (deep saline aquifer). Angka ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan potensi CCS terbesar di dunia.
Menurut beberapa data, status beberapa proyek CCS di Indonesia sampai akhir 2025 ditampilkan dalam tabel berikut:
Wilayah Proyek CCUS/ CCS Status
Papua Barat Tangguh CCUS FEED
Aceh Arun CCS Feasibility
Jawa Tengah Gundih CCUS Pilot
Jawa Timur Sukowati CCUS Study
Kalimantan Timur Mahakam/Kutai CCS Concept
Laut Natuna Natuna CCS Long-term
Laut Jawa Sunda-Asri CCS Hub FEED
Kita cukup berbangga bahwa pemerintah Indonesia sangat serius untuk membangun CCS ini. Indonesia kini telah memiliki beberapa landasan hukum yang kuat dan berkembang seperti:
• Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional, meneguhkan pemanfaatan teknologi bersih termasuk CCS dalam transisi energi.
• Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2025 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, menyediakan mekanisme izin usaha berbasis risiko yang mendukung percepatan proyek teknologi tinggi seperti CCS.
• Perpres 14/2024 menjadi payung utama yang memberi kepastian investasi dan legalitas, termasuk kemampuan mengelola CCS di luar sektor migas.
• Permen ESDM No. 2/2023 memberi pedoman teknis awal untuk pelaksanaan CCS/CCUS di sektor migas.
• Pedoman Teknis SKK Migas (PTK-070/2024) yang mengarahkan tata cara pelaksanaan CCS pada wilayah kerja migas, termasuk aspek keamanan, izin, dan koordinasi antar-instansi.
Meski demikian, integrasi CCS dalam undang-undang yang lebih komprehensif misalnya RUU Migas atau RUU Energi, masih tetap diperlukan untuk memperkuat kepastian hukum, menarik investasi, dan memastikan projek CCS berjalan efektif, aman, serta memberi dampak nyata pada pengurangan emisi nasional. Kebijakan dan regulasi terkait infrastruktur dan jaringan pipa juga masih belum tersedia.
Kesimpulan
Laporan Global CCS Institute 2025 menegaskan bahwa CCS bukan teknologi masa depan, tetapi teknologi masa kini. Pertumbuhan proyek, peningkatan kapasitas, dan dukungan kebijakan global menunjukkan bahwa CCS akan menjadi pilar utama mitigasi karbon hingga 2050.
Indonesia berada pada posisi strategis: dengan potensi geologi besar, potensi hub penyimpanan CO₂ Asia Tenggara momentum kebijakan, dan minat investor global, CCS dapat menjadi enabler utama transisi energi nasional, menciptakan lapangan kerja hijau dan memperkuat diplomasi energi dan iklim.
Tantangan tetap ada, namun dengan kolaborasi pemerintah, publik, swasta, regulasi jangka panjang, dan pembangunan infrastruktur terintegrasi, CCS dapat memberikan manfaat iklim, ekonomi, dan geopolitik secara bersamaan. Mungkinkah?
Jumat, 19 Desember 2025
Dhahran, Arab Saudi



