Donald Trump, Energi Fosil dan Pertarungan Geostrategis

"Energy Dominance" tidak hanya memprioritaskan eksplorasi energi fosil domestik, tetapi juga menjadikannya sebagai alat geopolitik memperkuat posisi Amerika Serikat di panggung internasional.


Dr. Sampe L. Purba
Staf Ahli Menteri ESDM 2019 - 2023

"Kebijakan energi fosil Donald Trump – Presiden Terpilih Amerika Serikat dari Partai Republik (come back) dan akan berkantor lagi di Gedung Putih pada Januari 2025 telah menjadi salah satu langkah kontroversial dalam politik energi global. 

Ketika dunia dalam berbagai perhelatan, seminar dan konferensi sedang sibuk mengejar net zero emission di bawah bendera suci Energy Transition and Climate Change, Trump melangkah ke arah yang berbeda."


Dengan penekanan "Energy Dominance," Trump tidak hanya memprioritaskan eksplorasi energi fosil domestik, tetapi juga menjadikannya sebagai alat geopolitik memperkuat posisi Amerika Serikat di panggung internasional. Pendekatan ini tidak saja akan mengunci RRT (Republik Rakyat Tiongkok) yang unggul dalam penguasaan teknologi dan sumber daya prosessing teknologi bersih berbasis mineral kritis, tetapi sekaligus merupakan sinyal besar kepada lawan dan mitra dalam rimba palagan pertarungan ekonomi global.

IEA, Net Zero Emission, dan kritik terhadap Uni Eropa

International Energy Agency (IEA) didirikan pada tahun 1974 sebagai respons terhadap krisis minyak global yang dipicu oleh embargo minyak Arab. Tujuan utama IEA saat itu adalah memastikan ketersediaan energi bagi negara-negara maju, sekaligus menyeimbangkan kekuatan OPEC yang pernah menggunakan minyak sebagai senjata geopolitik. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, IEA beralih menjadi lembaga yang aktif mempromosikan energi non-fosil dan net zero emission, sejalan dengan dorongan kuat dari Uni Eropa.

Donald Trump, dalam kebijakannya, menunjukkan kekecewaan terhadap pendekatan Uni Eropa yang dianggap membajak IEA untuk agenda transisi energi. Padahal, menurut Trump, energi fosil tetap menjadi pilar utama keamanan energi global. Langkah Amerika Serikat menarik diri dari Perjanjian Paris pada tahun 2017 menjadi simbol kuat bahwa Trump tidak ingin terikat pada kebijakan transisi energi yang dianggapnya merugikan ekonomi domestik dan daya saing internasional Amerika Serikat.

Fossil sebagai kunci geostrategis: Langkah grand master ala Donald Trump

Dalam dunia energi, geostrategis berperan besar, terutama dalam mengelola cadangan energi fosil, memastikan keamanan pasokan energi, dan bersaing dalam transisi energi global. Keputusan strategis seperti penguasaan teknologi, pengelolaan sumber daya alam, atau pengaturan aliansi energi dapat menjadi alat untuk memperkuat posisi geopolitik suatu negara.

Pilihan Trump untuk fokus pada energi fosil merupakan pendekatan geostrategis yang brilian. Dalam 15 tahun terakhir, Amerika Serikat telah menjadi pemimpin global dalam produksi energi fosil, terutama berkat keberhasilan teknologi fracking yang memungkinkan eksploitasi shale gas dan shale oil secara masif. Saat ini, Amerika Serikat adalah produsen minyak terbesar di dunia dengan output sekitar 12 juta barel per hari, melampaui Rusia dan Arab Saudi. Dalam hal LNG, ekspor Amerika Serikat mencapai 100 juta ton per tahun, menjadikannya pemain utama di pasar global.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat menghadapi tantangan besar dari Tiongkok, yang unggul dalam teknologi dan penguasaan hilirisasi mineral kritis seperti litium, nikel, dan kobalt. Tiongkok menguasai 70% pengolahan litium dunia dan 40% produksi kobalt, menjadikannya pemain dominan dalam rantai pasok energi terbarukan. Dengan memaksimalkan potensi energi fosil, Trump berupaya mengunci dominasi ini.

Melalui energi fosil, Amerika Serikat memiliki senjata untuk mengurangi ketergantungan dunia pada teknologi Tiongkok dan memaksa negara-negara lain, terutama di Eropa dan Asia, untuk lebih bergantung pada ekspor energi Amerika Serikat. Kebijakan ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja domestik tetapi juga memberikan leverage yang kuat dalam diplomasi internasional.

Langkah catur ala Sisilia

Jika dianalogikan dalam catur, model Trump ini dapat disamakan dengan gaya Serangan Sisilia dengan Elemen Gambit — agresif, taktis, tetapi juga memiliki risiko strategis yang diperhitungkan.

Langkah maut vendetta Sisilia: Trump memaksimalkan keunggulan Amerika Serikat di energi fosil, terutama shale gas dan shale oil, sebagai langkah proaktif menyerang dominasi energi terbarukan Tiongkok. Dalam catur, pembukaan Sisilia sering digunakan untuk langsung menguasai pusat permainan dengan cara yang tidak konvensional dan menantang posisi lawan. Begitu pula, Trump mengambil posisi melawan arus global yang mengejar transisi energi, menempatkan energi fosil sebagai alat serangan ekonomi dan geopolitik.

Pengorbanan Gambit: Serangan Trump juga memuat elemen pengorbanan atau kompromi. Contohnya adalah tarik diri dari Paris Agreement yang dianggap mengisolasi Amerika di kancah diplomasi iklim. Namun, "gambit" ini memberikan keuntungan strategis jangka panjang: fokus pada dominasi energi fosil untuk mempertahankan dan memperkuat posisi global Amerika.

Manajemen Risiko terukur, dan taktis: Seperti dalam catur, gaya ini efektif melawan lawan yang kurang siap atau terlalu terpaku pada pendekatan standar (seperti Tiongkok dengan dominasi hilirisasi mineral kritis). Risiko tetap ada, termasuk bagaimana reaksi domestik terhadap kebijakan yang tidak ramah lingkungan serta tantangan ekonomi di masa depan ketika energi terbarukan menjadi lebih murah.

Dalam gaya ini, Trump menunjukkan pemahaman mendalam tentang posisi Amerika di peta energi global dan menggunakannya sebagai strategi menyerang yang langsung menekan lawan, dengan tetap menjaga stabilitas posisi bertahan untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Sebuah langkah catur yang agresif, dengan visi panjang untuk mengontrol papan permainan energi dunia.

Dua wajah Trump: Antara Chris Wright dan Elon Musk

Langkah Trump yang menunjuk Chris Wright, seorang tokoh pro-fosil, sebagai Menteri Energi, mencerminkan tekadnya untuk memaksimalkan eksplorasi energi tradisional. Namun, pada saat yang sama, Trump juga memberi posisi strategis kepada Elon Musk, pendiri Tesla yang pro-energi bersih. Pendekatan ini menunjukkan fleksibilitas Trump dalam mengakomodasi inovasi energi tanpa sepenuhnya meninggalkan fosil. Sebagai mantan CEO kelas langitan – Trump tetaplah politisi licin.

Dampak Kebijakan Trump bagi Indonesia

Mitra utama yang tetap favorable ke fosil. Cina dan India, dua mitra utama Indonesia, masih sangat bergantung pada energi fosil. Kedua negara ini bukan hanya pasar terbesar batu bara Indonesia, tetapi juga memiliki sikap yang lebih realistis terhadap transisi energi.

Hilirisasi yang dapat tergoda. Dengan tingginya permintaan energi fosil global, Indonesia berpotensi tergoda untuk mengutamakan ekspor bahan mentah dibandingkan hilirisasi domestik. Hal ini memberikan keuntungan jangka pendek namun dapat melemahkan upaya untuk menciptakan nilai tambah domestik.

Kekuatan realistis dalam energi fosil. Sementara dunia bergerak menuju energi terbarukan, Indonesia harus realistis dengan kekuatan utamanya: energi fosil. Dengan cadangan batu bara dan gas alam yang melimpah, serta harga yang terjangkau, energi fosil tetap menjadi tulang punggung ketenagalistrikan dan industri nasional. Transisi energi memang penting, tetapi tidak bisa mengorbankan stabilitas energi yang sudah ada. Kepentingan Nasional (National Interest) harus diprioritaskan daripada sekedar terlihat good boy di mata dunia.

Pelajaran Penting: Keamanan Energi sebagai Prioritas

Salah satu pesan utama dari kebijakan Trump adalah pentingnya memprioritaskan keamanan energi (energy security). Untuk Indonesia, ini berarti memastikan:

  • Ketersediaan (Availability): Energi harus cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan domestik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
  • Kehandalan (Reliability): Infrastruktur energi harus kokoh untuk memastikan pasokan yang stabil.
  • Keterjangkauan (Affordability): Harga energi harus kompetitif, baik untuk rumah tangga maupun sektor industri.

Pendekatan ini tidak berarti mengabaikan energi terbarukan, tetapi memastikan transisi dilakukan dengan cara yang realistis dan bertahap, tanpa mengorbankan keunggulan energi fosil yang sudah dimiliki.

Pendekatan Geostrategi dalam Konteks Energi Fosil

Geostrategis merujuk pada bagaimana sebuah negara memanfaatkan keunggulan geografis, sumber daya, dan kebijakan untuk mengamankan posisi geopolitiknya. Dalam artikel ini, pendekatan geostrategis Donald Trump terlihat jelas saat ia memanfaatkan energi fosil sebagai senjata diplomasi ekonomi dan geopolitik.

Ini bukan sekadar pengelolaan sumber daya, tetapi juga upaya untuk menetralisir dominasi Tiongkok dalam teknologi dan hilirisasi mineral kritis. Dengan keunggulan Amerika Serikat di shale gas dan shale oil, Trump memastikan bahwa energi fosil tetap menjadi fondasi kekuatan global Amerika, sekaligus mengunci strategi energi bersih lawan.

Bagi Indonesia, geostrategis harus diterjemahkan dengan menempatkan energi fosil sebagai kekuatan utama untuk menjaga ketersediaan, keterjangkauan, dan keandalan energi, sambil tetap realistis dalam menjalankan transisi energi.

Kesimpulan: Strategi untuk masa depan

Kebijakan energi Donald Trump menunjukkan bahwa energi fosil masih memainkan peran penting dalam strategi geopolitik global. Amerika Serikat memanfaatkan keunggulan fosilnya untuk menantang dominasi Tiongkok di sektor energi bersih, sekaligus memperkuat posisinya sebagai eksportir energi utama dunia.

Bagi Indonesia, pelajaran ini relevan. Dengan cadangan energi fosil yang melimpah, fokus pada keamanan energi harus menjadi prioritas utama. Indonesia perlu memastikan bahwa transisi energi dilakukan secara realistis, dengan tetap memanfaatkan fosil sebagai fondasi ekonomi.

Pada akhirnya, pertarungan geopolitik energi bukan hanya tentang memilih antara fosil dan energi terbarukan. Ini adalah tentang bagaimana negara memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk memastikan kedaulatan, stabilitas, dan daya saing di panggung global. Kita percaya, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo yang kaya pengalaman, dibantu oleh Wakil Presiden Gibran yang muda dan energik, langkah strategis di bidang energi merupakan cerminan Visi Indonesia Emas 2045.

Penulis :

Dr. Sampe L. Purba
Alumni Universitas Pertahanan RI
Lulusan PPRA Lemhannas
Staf Ahli Menteri ESDM 2019 - 2023

Donald Trump, Energi Fosil dan Pertarungan Geostrategis Donald Trump, Energi Fosil dan Pertarungan Geostrategis Reviewed by OG Indonesia on Kamis, November 28, 2024 Rating: 5
Diberdayakan oleh Blogger.