Jakarta, OG Indonesia -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan perhatian serius terhadap penerapan manajemen risiko di perusahaan yang bergerak di sektor minyak dan gas bumi. Faktor mitigasi terhadap risiko menjadi hal penting yang tidak boleh diabaikan guna mencegah bahaya pada operasional di sektor energi.
Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Rizwi JH mengatakan, manajemen risiko merupakan hal yang serius karena berkaitan dengan keselamatan dan keberlanjutan operasi perusahaan.
“Beberapa faktor penting yang harus dilakukan mulai dari identifikasi, evaluasi dan pengendalian berbagai risiko yang dapat membahayakan keselamatan operasional harus menjadi perhatian,” katanya dalam diskusi diskusi 'Anticipating Business Risk to Secure Growth in The Energy and Mineral Resources Sector' yang digelar E2S di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Dia menambahkan, kemajuan sistem informasi saat ini diikuti oleh risiko-risiko baru di sektor energi, sehingga perlu kolaborasi untuk membangun sistem siber yang aman dan mendorong kemandirian teknologi nasional.
“Dalam era digital yang terus berkembang pesat keamanan informasi menjadi hal krusial. Ancaman seperti serangan cyber dapat menimbulkan dampak merusak, maka penting melakukan pendekatan terstruktur dan terukur,” kata Rizwi.
Pada diskusi tersebut, turut hadir sebagai pembicara yakni Direktur Manajemen Risiko PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk Eri Surya Kelana dan Vice President Risk Strategy & Governance Pertamina International Shipping (PIS) Nico Dhamora. Keduanya menyampaikan bahwa, penerapan manajemen risiko di perusahaan menjadi hal krusial guna memperkuat kelangsungan bisnis perusahaan.
Di PGN sendiri, kata Eri Surya Kelana, perseroan terus memperkuat kelangsungan bisnis melalui penerapan Business Continuity Management System (BCMS) untuk menjawab tantangan industri gas bumi.
Menurut Eri, penerapan BCMS memungkinkan PGN untuk mengidentifikasi dampak risiko bisnis (Business Impact Analysis), menyusun strategi mitigasi, serta mengembangkan prosedur pemulihan yang efektif demi memastikan layanan optimal kepada pelanggan.
Sementara itu, Nico Dhamora mengatakan Pertamina International Shipping telah melakukan transformasi manajemen risiko dari fungsi pendukung menjadi penggerak strategis melalui penguatan insfrastruktur, digitalisasi kontrol, dan internalisasi budaya risiko.
"Kadang-kadang ketika terjadi krisis semua menjadi panik, jadi harusnya ada culture. Jadi kalau ada krisis, ada tata kelolanya," kata Nico.
Selain itu, kata Nico, PIS memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan lain. Dalam penggunaan digitalisasi tidak hanya melihat dari sisi data. "Jadikan sebagai early warning. Di PIS kapalnya ada yang di luar Indonesia. Kita harus tahu posisi kapal dimana," ungkap Nico.
Dia mengungkapkan manajemen risiko tidak hanya melibatkan upaya internal, tetapi juga melibatkan kolaborasi dengan berbagai pihak eksternal. PIS terus berkomunikasi dengan regulator, pemasok, dan klien untuk memastikan bahwa setiap tahap operasional memenuhi standar yang telah ditetapkan.
"Harus pro aktif, fungsi manajemen risiko tidak bisa menunggu. Jadi ada komunikasi dua arah. Ada komunikasi dan monitoring. Efisiensi bisa terjadi kalau ada kolaborasi dan komunikasi,” ungkap Nico. RH
Reviewed by Ridwan Harahap
on
Rabu, Desember 10, 2025
Rating:




